ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
HIPOSPADIA
/ EPISPADIA
NAMA : ISRAM
KELAS : C / V
NPM : PK 115 09 161
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN STIK- IJ
TAHUN
2011
A.
KONSEP DASAR TENTANG
PENYAKIT HIPOSPADIA DAN EPISPADIA
Ø Pengertian
1. Hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan
lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal(ujung glans penis). (Arif
Mansjoer, 2000 : 374).
2. Epispadaia adalah suatu
kelainan bawaan berupa tidak adanya
dinding uretra sebelah atas atau susunan dorsal pada meatus uretra. (Ngastiyah,
2005 : 288).
3. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi
hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang
mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis
antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
4.
Epispadi adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak
pada permukaan dorsal penis. Insiden epipadia yang lengkap sekitar 120.000
laki-laki. Keadaan inibiasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai
anomali saluran kemih. ( patofisiologi, konsep kliis proses-proses penyakit )
4. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra
bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan
pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 )
5. Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan
pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya
pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli supaya
mendapatkan hasil yang memuaskan.
Ø Etiologi
Penyebabnya
sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadi dan epispadia
Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh
antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah
hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga
karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau
tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan
tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu
efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen
tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis
androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada
gen yang mengode sintesis androgen
tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.\
3.
Lingkungan
Biasanya
faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat
teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
Ø Patofisiologi
Hypospadia
dan epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Hypospadia
di mana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skortum, ini dapat
berkaitan dengan crodee kongiental.
Paling
umum pada hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat frenum,
frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di tandai pada glans
penis sebagai celah buntuh.
Epispadia
terbukanya uretranya sebelah ventral. Kelainan ini meliputi leher kandung
kemih. ( epispadia total ) atau hanya uretra ( epispadia persial ).
Epispadia dimana lubang uretra terdapat
pada permukaan dorsum penis, dan tanpak sebagai celah atu alur tanpa tutup.
Epispadia
parsialis di mana muara uretra terdapat di sebelah atas dan di belakang glans
penis, permukaan dorsal penis biasanya bertarik sampai ujungnya tetapi lubang
uretra dapat berakhir pada corona atau di sebelah proksimalnya.
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat
2 lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di
tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan
ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk
membran kloaka.
Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan
antara umbilical cord dan
tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya
pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan
memanjang yang disebut genital fold.
Selama minggu ke-7, genital tubercle
akan memanjang dan membentuk glans.
Bila
terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital
tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu
membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk
sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi
hipospadia.
Ø Penatalaksanaan
1.
Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia dan
epispadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra
ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan
dan dapat melakukan coitus dengan normal.
2.
Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum
operasi dilakukan bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan
penis digunakan untuk pembedahan nanti.
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia dan epispadia yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu
:
1. Operasi
Hipospadia dan epispadia satu tahap (
ONE STAGE URETHROPLASTY )“Adalah tekhnik operasi sederhana yang sering
digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya
letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus
untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan
2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang
jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe
hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat
seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok kearah ventral ( bawah )
dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia
yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari tempat
semestinya ) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di
scrotum atau sisa kulit yang sulit di tarik pada saat dilakukan operasi
pembuatan uretra ( saluran kencing ). Kelainan yang seperti ini biasanya harus
dilakukan 2 tahap.
2. Operasi
Hipospadia epispadia 2 tahap
“Tahap
pertama operasi pelepasan chordee dan tunelling dilakukan untuk meluruskan
penis supaya posisi meatus ( lubang tempat keluar kencing ) nantinya letaknya
lebih proksimal ( lebih mendekati letak yang normal ), memobilisasi kulit dan
preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya ( tahap
kedua ) dilakukan uretroplasty ( pembuatan saluran kencing buatan/uretra )
sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu
tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh
pasien.
B. KONSEP ASKEP HIPOSPADIA DAN
EPISPADIA
Ø Pengkajian
1. Kaji
biodata pasien
2. Kaji riwayat masa lalu: Antenatal, natal,
3. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
4. Kaji keluhan utama
5. Kaji skala nyeri (post operasi)
Ø Diagnosa Keperawatan
a. Pasien pre
operasi
1. Manajemen
regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan keluarga.
2. Perubahan
eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan
berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan klien.
b. Pasien post operasi
1. Kesiapan
dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat.
2. Nyeri
berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tingggi
infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan
eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi
Ø Intervensi
Diagnosa
pre operasi
1.
Diagnosa : Manajemen regimen terapeutik tidak efektif
berhubungan dengan pola perawatan
keluarga.
ü Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan manajemen
regimen terapeutik kembali efektif.
ü NOC : Family
health status
Indikator :
a. Status imunisasi anggota kelurga
a. Status imunisasi anggota kelurga
b. Kesehatan
fisik anggota keluarga
c. Asupan
makanan yang adekuat
d. Tidak
adanya kekerasan anggota kelurga
e. Penggunaan
perawatan kesehatan
Keterangan
skala :
1 = Tidak
pernah dilakukan
2 = Jarang
dilakukan
3 = Kadang
dilakukan
4 = Sering
dilakukan
5 = Selalu
dilakukan
NIC : Family
mobilization
Intervensi :
a. Jadilah pendengar yang baik untuk anggota
keluarga
b. Diskusikan kekuatan kelurga sebagai pendukung
c. Kaji pengaruh budaya keluarga
d. Monitor situasi kelurga
e. Ajarkan perawatan di rumah tentang terapi
pasien
f. Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga
g. Dukung
kelurga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan perubahan gaya hidup
h.
Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan kelurga dalam menjaga status
kesehatan.
2.
Diagnosa : Perubahan
eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksimekanik
ü Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan retensi urin
berkurang.
ü NOC :
Pengawasan urin
ü Indikator :
a.
Mengatakan keinginan untuk BAK
b.
Menentukan pola BAK
c. Mengatakan
dapat BAK dengan teratur
d. Waktu
yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari
kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu
memulai dan mengakhiri aliran BAK
g.
Mengesankan kandung kemih secara komplet
Keterangan
skala :
1 = Tidak
pernah menunjukan
2 = Jarang
menunjukan
3 = Kadang
menunjukan
4 = Sering
menunjukan
5 = Selalu
menunjukan
ü NIC :
Perawatan retensi urin
Intervensi :
a.Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada inkontinensia
(ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin)
b. Menjaga
privasi untuk eliminasi
c.
Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
d.
Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
e.
Menyediakan perlak di kasur
f.
Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan
untuk mencegah konstipasi
h. Monitor
intake dan output
i. Monitor
distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan
waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.
3. Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan akan
dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan klien.
ü Tujuan :
Setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang.
ü NOC :
Kontrol ansietas
Indikator :
a. Tingkat kecemasan di batas normal
b. Mengetahui penyebab cemas
c. Mengetahui stimulus yang menyebabkan
cemas
d. Informasi untuk mengurangi kecemasan
e. Strategi
koping untuk situasi penuh stress
f. Hubungan sosial
g. Tidur adekuat
h. Respon
cemas
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
NIC : Pengurangan cemas
Intervensi :
a. Ciptakan suasana yang tenang
b. Sediakan informasi dengan memperhatikan diagnosa,
tindakan dan prognosa, dampingi pasien untuk meciptakan suasana aman dan
mengurangi ketakutan
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Kuatkan kebiasaan yang mendukung
e. Ciptakan hubungan saling percaya
f. Identifikasi perubahan tingkatan kecemasan
g. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan kecemasan
Diagnosa post operasi
1.
Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan manajemen
regimen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat.
ü Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kesiapan
peningkatan regimen terapeutik baik.
ü NOC : Family
participation in profesioal care
ü Indikator :
a. Ikut serta
dalam perencanaan perawatanb.
b. Ikut serta
dalam menyediakan perawatan
c. Menyediakan informasi
yang relefan
d. Kolaborasi
dalam melakukan latihan
e. Evaluasi keefektifan perawatan
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang
menunjukan
3 = Kadang
menunjukan
4 = Sering
menunjukan
5 = Selalu
menunjukan
ü NIC : Family
process maintenance
Intervensi :
a. Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu
b. Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan
situasi
c. Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat
d. Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah
dan bagaimana pengaruh pada keluarga
e. Buat
jadwal aktivitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi
f. Ajarkan
keluarga untuk menjaga dan selalu menngawsi perkembangan status kesehatan
keluarga.
2.
Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur
operasi
ü Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang.
ü NOC 1 :
Level nyeri
Indikator :
a. Melaporkan nyeri (frekuensi & lama)
b. Perubahan vital sign dalam batas normal
c. Memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri
ü NOC 2 :
Tingkat kenyamanan
Indikator
a. Melaporkan kondisi fisik yang nyeman
b. Menunjukan ekspresi puas terhadap manajemen nyeri
ü NOC 3 :
Kontrol nyeri
Indikator :
a. Mengungkap faktor pencetus nyeri
a. Mengungkap faktor pencetus nyeri
b.
Menggunakan tetapi non farmakologi
c. Dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol
nyeri
d. Melaporkan nyeri terkontrol
Keterangan
skala :
1 = Tidak
pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
ü NIC 1 :
Manajemen nyeri
Intervensi :
a. Kaji secara komperhensif mengenai lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus
nyeri
b. Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Ajarkan teknik nonfarmakologi (ralaksasi)
d. Bantu pasien & keluarga untuk mengontrol nyeri
e. Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi,
prosedur antisipasi nyeri)
ü NIC 2 :
Monitor tanda vital
Intervensi :
a. Monitor TD, RR, nadi, suhu pasien
b. Monitor keabnormalan pola napas pasien
c. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV
d. Monitor toleransi aktivitas pasien
e. Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak
istirahat
ü NIC 3 :
Manajemen lingkungan
Intervensi :
a. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan
b. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman
3.
Diagnosa : Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan
invasi kateter
ü Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
infeksi.
ü NOC 1 :
Deteksi resiko
Indikator :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko
b. Menjelaskan kembali tanda & gejala yang
mengidentifikasi faktor resiko
c. Menggunakan sumber & pelayanan kesehatan untuk
mendapat sumber informasi
ü NOC 2 :
Kontrol resiko
Indikator :
a. Membenarkan faktor resiko
a. Membenarkan faktor resiko
b. Memonitor faktor resiko dari lingkungan
c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor
resiko
d. Memonitor & mengungkapkan status kesehatan
ü NOC 3 :
Status imun
Indikator :
a. Tidak menunjukan infeksi berulang
b. Suhu tubuh dalam batas normal
c. Sel darah putih tidak meningkat
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang
menunjukan
4 = Sering
menunjukan
5 = Selalu
menunjukan
ü NIC 1 :
Kontrol infeksi
Intervensi :
a. Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar
a. Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar
b. Ajarkan pada pasien & keluarga tanda gejala
infeksi & kapan harus melaporkan kepada petugas
c. Batasi pengunjung
d. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan
pasien
ü NIC 2 :
Perawatan luka
Intervensi :
a. Catat karakteristik luka, drainase
a. Catat karakteristik luka, drainase
b. Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik
steril
c. Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah
tindakan
d. Ajarkan pada pasien dan kelurga cara prosedur
perawatan luka
ü NIC 3 : Perlindungan
infeksi
Intervensi :
a. Monitor peningkatan granulossi, sel darah putih
b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.
4. Diagnosa :
Perubahan eliminasi urine (retensi urin) berhubungan dengan trauma operasi
ü Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan retensi
urin berkurang.
ü NOC :
Pengawasan urin
Indikator :
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
b. Menentukan pola BAK
c. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
d. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan
mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
g. Mengosongkan kandung kemih secara komplet
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang
menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering
menunjukan
5 = Selalu
menunjukan
ü NIC :
Perawatan retensi urin
Intervensi :
a. Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin
berfokus kepada inkontinensia (ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi
kognitif dan masalah urin)
b. Menjaga privasi untuk eliminasi
c. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di
toilet
d. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan
blader (10 menit)
e. Menyediakan perlak di kasur
f. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
h. Monitor intake dan output
i. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan
perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler,
jika diperlukan.
Ø Kasus :
Ibu Erna datang dengan anaknya Tomo 3 tahun ke RS
UMUM SEMARANG pada tanggal 19 0ktober
2009 . Ibu Erna mengeluhkan
bahwa anaknya sering sakit–sakitan ,dan memiliki kelainan pada bagian alat kelaminnya dan
susah untuk BAK ,
setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter bahwa terjadi juga kelainan pada daerah ginjal Tomo dan dinyatakan Tomo
menderita hipospadia. dan akan segera dilakukan operasi pada bagian penis Tomo.
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : An. Tomo
Umur : 3 tahun
JK
: laki – laki
2. Keluhan utama : susah melakukan BAK
3.
Riwayat kesehatan sekarang :
Hipospadia
4.
Pemeriksaan fisik :
a. Pemeriksaan genetalia
b. Palpasi abdomen untuk melihat
distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
c. Kaji fungsi perkemihan
d. Adanya lekukan pada ujung penis
e. Melengkungnya penis ke bawah
dengan atau tanpa ereksi
f. Terbukanya uretra pada ventral
5. Pemeriksaan mental :
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya
rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan
pasien
6.
Pemeriksaan penunjang :
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin.
c. BNO-IVP
Karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.
kongenital ginjal.
B. analisa data
no
|
Data fokus
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
2.
|
Ds :- Ibu
Klien Mengatakan Anaknya Susah Untuk BAK
Do : -
Letak Uretra Tidak Normal
Ds : ibu klien mengatakan dirinya takut ketika mendengar anak akan dioperasi
Do : ibu
pasien tampak cemas
|
Kelainan pada
uretra
Kurangnya
pengetahuan mengenai prosedur pembedahan /operasi
|
-Perubahan
eliminasi (retensi urin)
- Ansietas
|
C. diagnosa
sebelum operasi
1. Perubahan eliminasi (retensi urin)
berhubungan dengan obstruksimekanik
2. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan
operasi.
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPOSPADIA
Nama : An. Tomo Tanggal Masuk
RS : 19
Oktober 2009
Umur : 3 Tahun Tanggal Pengkajian : 19 Oktober 2009
Ruang : Poly Anak sakit Diagnosa Medis :
HIPOSPADIA
No
|
Diagnosa
|
Perencanaan
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
rasional
|
||||
1.
2.
|
Perubahan
eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksimekanik
Ds :- Ibu Klien Mengatakan Anaknya Susah Untuk BAK
Do : -
Letak Uretra Tidak Normal
Kecemasan
berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.
Ds : ibu
klien mengatakan dirinya takut ketika
mendengar anaknya akan dioperasi
Do : ibu
pasien tampak cemas
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan retensi urin berkurang.
Setelah
dilakukan tindkan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan pasien berkurang.
|
-Lakukan pencapaian secara
komperhensif jalan urin
berfokus kepada inkontinensia (ex: urin output,
keinginan
BAK yang paten,
fungsi kognitif
dan masalah urin)
-Ciptakan suasana yang tenang
-Sediakan informasi dengan memperhatikan diagnosa,
tindak an dan prognosa,
|
-Dengan
melakukan hal yang demikian akan dapat mempercepat eliminasi urin untuk
berkurang.
- suasana
yang tenang dapat menguragi ansietas
- dengan menberikan informasi yang jelas
dapat menmbah pengetahuan keluarga pasien mengenai proses penyembuhan
penyakit.
-
|
Tgl 19
/11/2009
Pukul
10.00 wib
- mengontrol
jalan urin dengan
memperhatikan intake dan
output
Pukul
11.00 wib
-Monitor
distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
Pukul
12.00 wib
-menganjurkan
untuk mencegah konstipasi.
Tgl
20/11/2009
Pukul
08.00 wib
-menciptakan
suasana yang tenang kepada klien dan keluargany
Pukul
10.00 wib
-menyampaikan
informasi pada keluarga pasien dengan memperhatikan diagnosa tindakan dan
pragnosa
|
Tgl 20/11/2009
Pukul 09.00
Wib
S: Ibu Klien
Mengatakan Anaknya Masih Susah Untuk BAK
O : Klien
belum bisa BAK dengan teratur
A :
keluhan belum teratasi
P : lakukan kembali intervensi 1,2, dan 3
Tgl
21/11/2009
Pukul 09
wib
S: ibu
klien mengatakan sudah tidak cemas lagi
O : ibu
klien tampak tenang
A : maslah
teratasi
P : tujuan
tercapai
|
DAFTAR PUSTAKA
Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing
outcomes classification (NOC).
Mosby Suriadi SKp, dkk. (2001).
Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar Interpratama
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing
interventions classification (NIC).
Mosby Price,Sylvia Anderson. (1995).
Pathofisiologi. Jakarta: EGC
Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar –
dasar urologi. Jakarta : Infomedika
Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA.
Prima Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta
:EGC.
http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg
http://www.medicastore.com
http://www.medicastore.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar