Sabtu, 06 Juli 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPOSPADIA / EPISPADIA



ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK  DENGAN
HIPOSPADIA / EPISPADIA


                                

 

                                    NAMA  :  ISRAM
                                    KELAS : C / V
  NPM     : PK 115 09 161



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIK- IJ
TAHUN 2011

A.  KONSEP DASAR TENTANG PENYAKIT  HIPOSPADIA  DAN EPISPADIA
Ø  Pengertian
 1. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa    terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal(ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
 2.   Epispadaia adalah suatu kelainan bawaan berupa  tidak adanya dinding uretra sebelah atas atau susunan dorsal pada meatus uretra. (Ngastiyah, 2005 : 288).
 3.  Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257).
 4.  Epispadi adalah suatu anormali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada permukaan dorsal penis. Insiden epipadia yang lengkap sekitar 120.000 laki-laki. Keadaan inibiasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga disertai anomali saluran kemih. ( patofisiologi, konsep kliis proses-proses penyakit )
  4.  Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). (Davis Hull, 1994 )
 5.  Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.

Ø  Etiologi
     Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui   penyebab pasti dari hipospadi dan epispadia Namun, ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
 1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
                 Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau bisa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
 2. GenetikaTerjadi karena gagalnya sintesis androgen.
             Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen  tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.\
      3. Lingkungan
            Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi

Ø  Patofisiologi
                 Hypospadia dan epispadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero. Hypospadia di mana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skortum, ini dapat berkaitan dengan crodee kongiental.
                 Paling umum pada hypospadia adalah lubang uretra bermuara pada tempat frenum, frenumnya tidak berbentuk, tempat normalnya meatus uranius di tandai pada glans penis  sebagai celah buntuh.
                 Epispadia terbukanya uretranya sebelah ventral. Kelainan ini meliputi leher kandung kemih. ( epispadia total ) atau hanya uretra ( epispadia persial ).
Epispadia dimana lubang uretra terdapat pada permukaan dorsum penis, dan tanpak sebagai celah atu alur tanpa tutup.
                 Epispadia parsialis di mana muara uretra terdapat di sebelah atas dan di belakang glans penis, permukaan dorsal penis biasanya bertarik sampai ujungnya tetapi lubang uretra dapat berakhir pada corona atau di sebelah proksimalnya.
                 Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk membran kloaka.
                 Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans.
                  Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.
Ø  Penatalaksanaan
1.      Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia dan epispadia adalah merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal.
2.      Operasi harus dilakukan sejak dini, dan sebelum operasi dilakukan bayi atau anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk pembedahan nanti.
Dikenal banyak teknik operasi hipospadia dan epispadia  yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu :
1.    Operasi Hipospadia dan epispadia  satu tahap ( ONE STAGE URETHROPLASTY )“Adalah tekhnik operasi sederhana yang sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat. Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia proksimal yang disertai dengan kelainan yang jauh lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris dapat dilakukan. Tipe hipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan yang berat seperti korda yang berat, globuler glans yan bengkok kearah ventral ( bawah ) dengan dorsal; skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang air seninya lebih kearah proksimal ( jauh dari tempat semestinya ) biasanya diikuti dengan penis yang bengkok dan kelainan lain di scrotum atau sisa kulit yang sulit di tarik pada saat dilakukan operasi pembuatan uretra ( saluran kencing ). Kelainan yang seperti ini biasanya harus dilakukan 2 tahap.
2.    Operasi Hipospadia epispadia  2 tahap
“Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunelling dilakukan untuk meluruskan penis supaya posisi meatus ( lubang tempat keluar kencing ) nantinya letaknya lebih proksimal ( lebih mendekati letak yang normal ), memobilisasi kulit dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya ( tahap kedua ) dilakukan uretroplasty ( pembuatan saluran kencing buatan/uretra ) sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami oleh pasien.


B.  KONSEP ASKEP HIPOSPADIA DAN EPISPADIA

Ø Pengkajian
1. Kaji biodata pasien
2. Kaji riwayat masa lalu: Antenatal, natal,
3. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
4. Kaji keluhan utama
5. Kaji skala nyeri (post operasi)

Ø  Diagnosa Keperawatan
a.  Pasien pre operasi
1. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola perawatan    keluarga.
2.  Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksi mekanik
3. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan klien.
b.  Pasien post operasi
1. Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan  petunjuk aktivitas adekuat.
2. Nyeri berhubungan dengan post prosedur operasi
3. Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine berhibingan dengan trauma operasi

Ø  Intervensi
       Diagnosa pre operasi
1.      Diagnosa : Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan pola       perawatan keluarga.  
ü  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan manajemen regimen terapeutik kembali efektif.
ü  NOC : Family health status
Indikator :
a. Status imunisasi anggota kelurga
b. Kesehatan fisik anggota keluarga
c. Asupan makanan yang adekuat
d. Tidak adanya kekerasan anggota kelurga
e. Penggunaan perawatan kesehatan
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Selalu dilakukan
NIC : Family mobilization
Intervensi :
a.   Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga
b.   Diskusikan kekuatan kelurga sebagai pendukung
c.   Kaji pengaruh budaya keluarga
d.   Monitor situasi kelurga
e.   Ajarkan perawatan di rumah tentang terapi pasien
f.    Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga
g. Dukung kelurga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan perubahan gaya hidup
h. Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan kelurga dalam menjaga status kesehatan.
2.      Diagnosa :  Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksimekanik
ü  Tujuan   :   Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan   retensi urin berkurang.
ü  NOC : Pengawasan urin
ü  Indikator :
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
b. Menentukan pola BAK
c. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
d. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
g. Mengesankan kandung kemih secara komplet
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
ü  NIC : Perawatan retensi urin
      Intervensi :
                  a.Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada     inkontinensia (ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin)
b. Menjaga privasi untuk eliminasi
c. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
d. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
e. Menyediakan perlak di kasur
f. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
h. Monitor intake dan output
i. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.
3. Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi baik keluarga dan klien.
ü  Tujuan : Setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan       kecemasan pasien berkurang.
ü  NOC : Kontrol ansietas
Indikator :
      a. Tingkat kecemasan di batas normal
      b. Mengetahui penyebab cemas
      c. Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas
     d. Informasi untuk mengurangi kecemasan
     e. Strategi koping untuk situasi penuh stress
     f. Hubungan sosial
     g. Tidur adekuat
     h. Respon cemas
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan

NIC : Pengurangan cemas
Intervensi :
a. Ciptakan suasana yang tenang
b. Sediakan informasi dengan memperhatikan diagnosa, tindakan dan prognosa, dampingi pasien untuk meciptakan suasana aman dan mengurangi ketakutan
c. Dengarkan dengan penuh perhatian
d. Kuatkan kebiasaan yang mendukung
e. Ciptakan hubungan saling percaya
f. Identifikasi perubahan tingkatan kecemasan
g. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan

Diagnosa post operasi
1.         Diagnosa : Kesiapan dalam peningkatan manajemen regimen terapeutik berhubungan dengan petunjuk aktivitas adekuat.
ü Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kesiapan peningkatan regimen terapeutik baik.
ü NOC : Family participation in profesioal care
ü Indikator :
a.       Ikut serta dalam perencanaan perawatanb.
b.      Ikut serta dalam menyediakan perawatan
c.       Menyediakan informasi yang relefan
d.  Kolaborasi dalam melakukan latihan
e. Evaluasi keefektifan perawatan
Keterangan skala :
    1 = Tidak pernah menunjukan
    2 = Jarang menunjukan
    3 = Kadang menunjukan
    4 = Sering menunjukan
    5 = Selalu menunjukan
ü  NIC : Family process maintenance
Intervensi :
a. Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu
b. Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi
c. Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat
d. Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana pengaruh            pada keluarga
e. Buat jadwal aktivitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi
f. Ajarkan keluarga untuk menjaga dan selalu menngawsi perkembangan status kesehatan keluarga.
2.         Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan post prosedur operasi
ü  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam       diharapkan nyeri berkurang.
ü  NOC 1 : Level nyeri
Indikator :
a. Melaporkan nyeri (frekuensi & lama)
b. Perubahan vital sign dalam batas normal
c. Memposisikan tubuh untuk melindungi nyeri
ü  NOC 2 : Tingkat kenyamanan
Indikator
a. Melaporkan kondisi fisik yang nyeman
b. Menunjukan ekspresi puas terhadap manajemen nyeri
ü  NOC 3 : Kontrol nyeri
Indikator :
a. Mengungkap faktor pencetus nyeri
b. Menggunakan tetapi non farmakologi
c. Dapat menggunakan berbagai sumber untuk mengontrol nyeri
d. Melaporkan nyeri terkontrol
Keterangan skala :
1 = Tidak pernah menunjukan
2 = Jarang menunjukan
3 = Kadang menunjukan
4 = Sering menunjukan
5 = Selalu menunjukan
ü  NIC 1 : Manajemen nyeri
Intervensi :
a. Kaji secara komperhensif mengenai lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus nyeri
b. Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Ajarkan teknik nonfarmakologi (ralaksasi)
d. Bantu pasien & keluarga untuk mengontrol nyeri
e. Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri)
ü  NIC 2 : Monitor tanda vital
Intervensi :
a. Monitor TD, RR, nadi, suhu pasien
b. Monitor keabnormalan pola napas pasien
c. Identifikasi kemungkinan perubahan TTV
d. Monitor toleransi aktivitas pasien
e. Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat
ü  NIC 3 : Manajemen lingkungan
Intervensi :
a. Cegah tindakan yang tidak dibutuhkan
b. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman

3.         Diagnosa : Resiko tingggi infeksi berhubungan dengan invasi kateter
ü  Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi.
ü  NOC 1 : Deteksi resiko
Indikator :
a. Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan resiko
b. Menjelaskan kembali tanda & gejala yang mengidentifikasi faktor resiko
c. Menggunakan sumber & pelayanan kesehatan untuk mendapat sumber informasi
ü  NOC 2 : Kontrol resiko
Indikator :
a. Membenarkan faktor resiko
b. Memonitor faktor resiko dari lingkungan
c. Memonitor perilaku yang dapat meningkatkan faktor resiko
d. Memonitor & mengungkapkan status kesehatan
ü  NOC 3 : Status imun
Indikator :
a. Tidak menunjukan infeksi berulang
b. Suhu tubuh dalam batas normal
c. Sel darah putih tidak meningkat
Keterangan skala :
     1 = Tidak pernah menunjukan
     2 = Jarang menunjukan
     3 = Kadang menunjukan
                             4 = Sering menunjukan
                             5 = Selalu menunjukan
ü  NIC 1 : Kontrol infeksi
Intervensi :
a. Ajarkan pasien & kelurga cara mencucitangan yang benar
b. Ajarkan pada pasien & keluarga tanda gejala infeksi & kapan harus melaporkan kepada petugas
c. Batasi pengunjung
d. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pasien
ü  NIC 2 : Perawatan luka
Intervensi :
a. Catat karakteristik luka, drainase
b. Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril
c. Cuci tangan dengan benar sebelum dan sesudah tindakan
d. Ajarkan pada pasien dan kelurga cara prosedur perawatan luka
ü  NIC 3 : Perlindungan infeksi
Intervensi :
a. Monitor peningkatan granulossi, sel darah putih
b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi.
4.  Diagnosa : Perubahan eliminasi urine (retensi urin) berhubungan dengan trauma operasi
ü Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan       retensi urin berkurang.
ü NOC : Pengawasan urin
Indikator :
a. Mengatakan keinginan untuk BAK
b. Menentukan pola BAK
c. Mengatakan dapat BAK dengan teratur
d. Waktu yang adekuat antara keinginan BAK dan mengeluarkan BAK ke toilet
e. Bebas dari kebocoran urin sebelum BAK
f. Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK
g. Mengosongkan kandung kemih secara komplet
Keterangan skala :
    1 = Tidak pernah menunjukan
                            2 = Jarang menunjukan
                            3 = Kadang menunjukan
                            4 = Sering menunjukan
                            5 = Selalu menunjukan
ü  NIC : Perawatan retensi urin
Intervensi :
a. Melakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin berfokus kepada inkontinensia (ex: urin output, keinginan BAK yang paten, fungsi kognitif dan masalah urin)
b. Menjaga privasi untuk eliminasi
c. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
d. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan blader (10 menit)
e. Menyediakan perlak di kasur
f. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
g. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
h. Monitor intake dan output
i. Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi
j. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.





Ø Kasus :
Ibu Erna datang dengan anaknya Tomo  3 tahun ke RS UMUM SEMARANG pada tanggal 19 0ktober 2009 . Ibu Erna mengeluhkan bahwa anaknya sering sakit–sakitan ,dan memiliki kelainan pada bagian alat kelaminnya dan susah untuk BAK , setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter bahwa terjadi juga kelainan  pada daerah ginjal Tomo dan dinyatakan Tomo menderita hipospadia. dan akan segera dilakukan operasi pada bagian penis Tomo.
A.    Pengkajian
      1.      Identitas         
            Nama   : An. Tomo
            Umur   : 3 tahun
            JK        : laki – laki
       2.     Keluhan utama : susah melakukan BAK
       3.      Riwayat kesehatan sekarang : Hipospadia
       4.      Pemeriksaan fisik :
            a. Pemeriksaan genetalia
            b. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
            c. Kaji fungsi perkemihan
            d. Adanya lekukan pada ujung penis
            e. Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
            f. Terbukanya uretra pada ventral
5.   Pemeriksaan mental  :
a. Sikap pasien sewaktu diperiksa
b. Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c. Tingkat kecemasan
d. Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
6.  Pemeriksaan penunjang :
a. Rontgen
b. USG sistem kemih kelamin.
c. BNO-IVP Karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan
kongenital ginjal.


B. analisa data
no
Data fokus
Etiologi
Problem
1.





2.
Ds :- Ibu Klien Mengatakan   Anaknya Susah Untuk BAK
Do : - Letak Uretra Tidak Normal

Ds :  ibu klien mengatakan dirinya  takut ketika mendengar anak akan dioperasi
Do : ibu pasien tampak cemas

 Kelainan pada uretra





Kurangnya pengetahuan mengenai prosedur pembedahan /operasi
-Perubahan eliminasi (retensi urin)



- Ansietas


C. diagnosa sebelum operasi
     1. Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksimekanik
2. Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.












ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN HIPOSPADIA
Nama               : An. Tomo                                                                                                                     Tanggal Masuk RS  :  19 Oktober  2009
Umur               : 3 Tahun                                                                                                                        Tanggal Pengkajian :  19 Oktober  2009
Ruang              : Poly Anak sakit                                                                                                            Diagnosa Medis            :  HIPOSPADIA

No
Diagnosa
Perencanaan
Implementasi
Evaluasi
Tujuan
Intervensi
rasional
1.


















2.
Perubahan eliminasi (retensi urin) berhubungan dengan obstruksimekanik
Ds :-  Ibu Klien Mengatakan   Anaknya Susah Untuk BAK
Do : - Letak Uretra Tidak Normal









Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan operasi.
Ds : ibu klien mengatakan dirinya  takut ketika mendengar anaknya akan dioperasi
Do : ibu pasien tampak cemas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan   retensi urin berkurang.













Setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan       kecemasan pasien berkurang.
-Lakukan pencapaian secara komperhensif jalan urin
 berfokus kepada   inkontinensia (ex: urin output,
keinginan BAK yang paten,
fungsi kognitif
dan masalah urin)








-Ciptakan suasana yang tenang


-Sediakan informasi dengan memperhatikan diagnosa, tindak an dan prognosa,

-Dengan melakukan hal yang demikian akan dapat mempercepat eliminasi urin untuk berkurang.











- suasana yang tenang dapat menguragi ansietas
-  dengan menberikan informasi yang jelas dapat menmbah pengetahuan keluarga pasien mengenai proses penyembuhan penyakit.
-           
Tgl 19 /11/2009
Pukul 10.00 wib
-    mengontrol jalan urin dengan
memperhatikan intake dan output 

Pukul 11.00 wib
-Monitor distensi kandung kemih dengan papilasi dan perkusi

Pukul 12.00 wib
-menganjurkan untuk mencegah konstipasi.

Tgl 20/11/2009
Pukul 08.00 wib
-menciptakan suasana yang tenang kepada klien dan keluargany
Pukul 10.00 wib
-menyampaikan informasi pada keluarga pasien dengan memperhatikan diagnosa tindakan dan pragnosa
Tgl 20/11/2009
Pukul 09.00 Wib
S:  Ibu Klien   Mengatakan Anaknya Masih Susah Untuk BAK
O : Klien belum bisa BAK dengan teratur
A : keluhan belum teratasi
P :  lakukan kembali intervensi 1,2, dan 3



Tgl 21/11/2009
Pukul 09 wib
S: ibu klien mengatakan sudah tidak cemas lagi
O : ibu klien tampak tenang
A : maslah teratasi
P : tujuan tercapai

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC).
Mosby Suriadi SKp, dkk. (2001). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta : Fajar   Interpratama
Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.
McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC).
Mosby Price,Sylvia Anderson. (1995). Pathofisiologi. Jakarta: EGC
Purnomo, B Basuki. (2000). Dasar – dasar urologi. Jakarta : Infomedika
Santosa, Budi. (2005-2006). NANDA. Prima Medika
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. (1985). Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.    Jakarta :EGC.
http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg
http://www.medicastore.com
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar