ASKEP
GASTRITIS
LAPORAN
PENDAHULUAN
GASTRITIS
- PENGERTIAN
1. Gastritis adalah inflamasi dari
dinding lambung terutama pada mukosa gaster. (Hadi, 1995)
2. Gastritis adalah suatu peradangan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal. (Price &
Wilson, 1992)
3. Gastritis adalah peradangan lokal
atau menyebar pada mukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif
mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. (Charlene J, Reeves,
2001)
- ETIOLOGI
Beberapa hal yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan
pelindung lambung
1) Gastritis Bakterialis
a. Infeksi
bakteri Helicobacter Pylori yang hidup didalam lapisan mukosa yang melapisi
dinding lambung. Diperkirakan ditularkan melalui jalur oral atau akibat memakan
atau minuman ynag terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi ini sering terjadi pada masa kanak-kanan dan dapat bertahan seumur
hidup jika tidak dilakukan perawatan.
b. Infeksi bakteri Campylobacter
Pyloroides.
2) Gastritis Karena Stres Akut
a. Penyakit berat atau trauma ( cedera
) yang terjadi tiba – tiba.
b. Pembedahan
c. Infeksi berat
d. Cederanya sendiri mungkin tidak
mengenai lambung seperti terjadi pada luka bakar yang luas atau cedera yang
menyebabkan perdarahan hebat.
3) Gastritis Erosif Kronis
a. Pemakaian obat penghilang rasa nyeri
secara terus – menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti
Aspirin, Ibu Profen dan Naproxen dapat menyebabkan perdarahan pada lambung
dengan cara menurunkan Prostaglandin yang bertugas melindungi dinding
lambung.
b. Penyakit
Crohn, gejalanya sakit perut dan diare dalam bentuk cairan. Bisa menyebabkan
peradangan kronis pada dinding saluran cerna namun, kadang – kadang dapat juga
menyebabkan peradangan pada dinding lambung.
c. Penggunaan
Alkohol secara berlebihan , alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mucosa pada
dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung
walaupun dalam kondisi normal.
4) Gastritis Eosinofilik
Terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap
infeksi cacing gelang Eosinofil (sel darah putih) terkumpul pada dinding
lambung.
5) Gastritis Hipotropi dan Atropi
Terjadi karena kelainan Autoimmune, Autoimmune
Atropic Gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel – sel
yang sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan
dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar
–kelenjar penghasil asam lambung dan mengganggu produksi faktor intrinsik
(yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B12) kekurangan
vitamin B12 akhirnya, dapat mengakibatkan Pernicious Anemia, sebuah
kondisi yang serius bila tidak segera dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem
dalam tubuh. Autoimmune Atropic Gastritis terutama terjadi pada orang tua.
6) Penyakit Meiner
Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar,
kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar 10 %
penderita ini menderita kanker lambung.
7) Gastritis Sel Plasma
Sel plasma ( salah satu jenis sel darah putih )
terkumpul dalam dinding lambung dan organ lainnya.
8) Penyakit Bile Refluk
Bile ( empedu ) adalah cairan yang membantu mencerna
lemak – lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan,
empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju keusus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot Sphincter yang berbentuk seperti cincin (Pyloric
Valve) akan mencegah empedu mengalir balik kedalam lambung. Tetapi jika
katub ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk kedalam lambung
dan mengakibatkan peradangan dan Gastritis.
9) Radiasi dan Kemoterapi
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan
radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung dan selanjutnya
dapat berkembang menjadi Gastritis dan Peptic Ulcer. Ketika tubuh
terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi
dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan
dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar – kelenjar penghasil asam
lambung.
10) Faktor-faktor lain
Gastritis sering juga dikaitkan dengan kondisi
kesehatan lainnya seperti HIV / AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau
ginjal.
- PATOFISIOLOGI
Lambung adalah sebuah kantong otot
yang kosong, terletak dibagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga.
Lambung orang dewasa memiliki panjang berkisar antara 10 inci dan dapat
mengembang untuk menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila lambung
dalam keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti sebuah akordion. Ketika lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan – lipatan tersebut
secara bertahap membuka.
Lambung
memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap melepaskannya kedalam usus
kecil. Ketika makanan masuk kedalam esofagus, sebuah cincin otot yang berada
pada sambungan antara esofagus dan lambung ( Esophangeal Sphincer ) akan
membuka dan membiarkan makanan masuk lewat lambung. Setelah masuk kelambung
cincin ini menutup. Dinding lambung terdiri dari lapisan otot yang kuat. Ketika
makanan berada dilambung, dinding lambung akan mulai menghancurkan makanan
tersebut. Pada saat yang sama, kelenjar – kelenjar yang berada dimucosa pada
dinding lambung mulai mengeluarkan cairan lambung ( termasuk enzim – enzim dan
asam lambung ) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut.
Suatu komponen
cairan lambung adalah Asam Hidroklorida. Asam ini sangat korosif
sehingga paku besipun dapat larut dalam cairan ini. Dinding lambung dilindungi
oleh mucosa – mucosa bicarbonate (sebuah lapisan penyangga yang mengeluarkan ion
bicarbonate secara reguler sehingga menyeimbangkan keasaman dalam lambung )
sehingga terhindar dari sifat korosif hidroklorida. Fungsi dari lapisan
pelindung lambung ini adalah agar cairan asam dalam lambung tidak merusak
dinding lambung. Kerusakan pada lapisan pelindung menyebabkan cairan lambung
yang sangat asam bersentuhan langsung dengan dinding lambung dan menyebabkan
peradangan atau inflamasi.Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung
ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung.(http://google.com//Gastritis).
- MANIFESTASI KLINIS
Gejalanya bermacam – macam, tergantung kepada penyebab
Gastritisnya. Biasanya penderita Gastritis mengalami gangguan pencernaan (
Indigesti ) dan rasa tidak nyaman diperut sebelah atas.(http://www.medicastore.com)
1) Gastritis Bakterialis
Dapat ditandai dengan adanya demam, sakit kepala dan
kejang otot.
2) Gastritis Karena Stres Akut
Penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau
cedera) biasanya menutupi gejala – gejala lambung : tetapi perut sebelah atas
terasa tidak enak. Segera setelah cedera, timbul memar kecil dalam lapisan
lambung, dalam beberapa jam memar ini bisa berubah menjadi ulkus. Ulkus
dan Gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari
cederanya. Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami
pendarahan, biasanya dalam waktu 2 – 5 hari setelah terjadinya cedera.
Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung
menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun. Perdarahan
bisa meluas dan berakibat fatal.
3) Gastritis Erosif Kronis
Gejalanya berupa mual ringan dan
nyeri diperut sebelah atas. Tetapi banyak penderita ( misalnya pemakai Aspirin
jangka panjang ) tidak merasakan nyeri. Penderita lainnya merasakan gejala yang
mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut kosong. Jika gastritis menyebabkan
perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya berupa tinja berwarna kehitaman
seperti aspal ( Melena ), muntah darah ( Hematemesis ) atau
makanan yang sudah dicerna yang menyerupai endapan kopi.
4) Gastritis Eosinofilik
Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa
disebabkan penyempitan atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju
keusus dua belas jari.
5) Penyakit Meniere
Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri
lambung. Hilangnya nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan, lebih
jarang terjadi. Tidak pernah terjadi perdarahan lambung. Penimbunan cairan dan
pembengkakan jaringan (edema) bisa disebabkan karena hilangnya protein
dari lapisan lambung yang meradang. Protein yang hilang ini bercampur dengan
isi lambung dan dibuang dari tubuh.
6) Gastitis Sel Plasma
Gejalanya berupa nyeri perut dan muntah bisa terjadi
bersamaan dengan timbulnya ruam dikulit dan diare.
7) Gastritis Akibat Terapi Penyinaran
Menyebabkan nyeri, mual dan Heartburn (rasa hangat
atau rasa terbakar dibelakang tulang dada), yang terjadi karena adanya
peradangan dan kadang karena adanya tukak dilambung. Tukak bisa menembus
dinding lambung sehingga isi lambung tumpah kedalam rongga perut, menyebabkan
peritonitis (peradangan lapisan perut) dan nyeri yang luar biasa. Perut kaku
dan keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan darurat. Kadang setelah terapi
penyinaran, terbentuk jaringan parut yang menyebabkan menyempitnya saluran
lambung yang menuju keusus duabelas jari, sehingga terjadi nyeri perut dan
muntah. Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung lambung, sehingga bakteri
dapat masuk kedalam dinding lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul
secara tiba – tiba.
Gejala Gastritis secara umum (http://www.google.com//Gastritis)
a. Hilangnya nafsu makan.
b. Sering disertai rasa pedih atau kembung di ulu hati, mual dan muntah.
c. Perih atau sakit seperti rasa terbakar pada perut bagian atas yang dapat
menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan.
d. Perut terasa penuh pada perut bagian
atas setelah makan.
e. Kehilangan berat badan.
- KLASIFIKASI
Gastritis dibagi menjadi 2 jenis (Charlene.J.Reeves,
2001) yaitu:
1) Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses peradangan jangka pendek
dengan konsumsi agen kimia atau makanan yang mengganggu dan merusak mucosa
gastrik. Agen semacam itu mencakup bumbu, rempah-rempah, alkohol, obat-obatan,
radiasi, chemoterapi dan mikroorganisme infektif.
2) Gastritis Kronis
Gastritis kronis dibagi dalam tipe A dan B. Gastritis
tipe A mampu menghasilkan imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan atropi dari
kelenjar lambung dan penurunan mucosa. Penurunan pada sekresi gastrik
mempengaruhi produksi antibodi. Anemia Pernisiosa berkembang dengan proses ini.
Sedangkan Gastritis tipe B lebih lazim, tipe ini dikaitkan dengan infeksi
bakteri Helicobacter Pylori, yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila pasien didiagnosis terkena Gastritis, biasanya
dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya.
(http://www.google.com//Gastritis)
Pemeriksaan ini meliputi :
1) Pemeriksaan Darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H.
Pylori dalam darah. Hasil test yang positif menunjukan bahwa pasien pernah
kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat
Gastritis.
2) Pemeriksaan Pernafasan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh
bakteri H. Pylori atau tidak.
3) Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam
feses atau tidak. Hasil yang positif mengindikasikan terjadi infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini
menunjukan adanya perdarahan pada lambung.
4) Endoskopi Saluran Cerna Bagian Atas
Dengan test ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan
pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dengan sinar-X. Test
ini dilakukan dengan cara memesukan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop)
melalui mulut dan masuk kedalam Esopagus, lambung dan bagian atas usus kecil.
Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum
endoskop dimasukan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani test ini.
Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan
mengambil sedikit sampel (biopsi) dari jaringan tersebut. Sampel itu
kemudian akan dibawa kelaboratorium untuk diperiksa. Test ini memakan waktu
kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang
ketika selesai test ini, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi
menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat test
ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan
akibat menelan endoskop.
5) Ronsen Saluran Cerna Bagian Atas
Test ini akan melihat adanya tanda-tanda Gastritis
atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan
Barium terlebih dahulu sebelum dilakukan Ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika
dironsen.
- PENCEGAHAN
Walaupun infeksi H.Pylori tidak dapat selalu dicegah,
berikut beberapa saran untuk dapat mengurangi resiko terkena Gastritis.
1) Makan secara benar
Hindari makanan yang dapat
mengiritasi terutama makanan yang pedas, asam, gorengan, atau berlemak. Yang
sama pentingnya dengan pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah
bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan
lakukan dengan santai.
2) Hindari Alkohol
Penggunaan Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
lapaisan mucosa lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan perdarahan.
3) Jangan merokok
Merokok mengganggu kerja lapisan lambung, membuat
lambung lebih rentan terhadap Gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan
asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama
terjadinya kanker lambung.
4) Lakukan olah raga secara teratur
Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernafasan dan
jantung, juga dapat menstimulasi aktivitas otot usus sehingga membantu
mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
5) Kendalikan stres
Stres meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke,
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan
kulit. Stres juga dapat meningkatkan produksi asam lambung dan memperlambat
kecepatan pencernaan. Karena stres bagi sebagian orang tidak dapat dihindari,
maka kuncinya adalah dengan mengendalikannya secara efektif dengan cara diet
yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang
cukup.
6) Ganti obat penghilang nyeri
Jika memungkinkan ahindari penggunaan AINS, obat-obat
golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan
yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang
mengandung Acetaminophen.
7) Ikuti rekomendasi dokter
- PENATALAKSANAAN
Terapi Gastritis sangat bergantung pada penyebab
spesifiknya dan mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau
dalam kasus yang jarang pembedahan untuk mengobatinya.
1) Jika penyebabnya adalah infeksi oleh
Helicobacter Pylori, maka diberikan Bismuth, Antibiotik (misalnya
Amoxicillin &Claritromycin) dan obat anti-tukak (misalnya Omeprazole).
2) Penderita Gastritis karena stres
akut banyak mengalami penyembuhan (penyakit berat, cedera atau perdarahan)
berhasil diatasi. Tetapi sekitar 2 % penderita
Gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering berakibat fatal.
Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan Antasid (untuk
menetralkan asam lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (untuk
mengurangi atau menghentikan pembentukan asam lambung). Perdarahan hebat karena
Gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber perdarahan
dengan tindakan Endoskopi. Jika perdarahan masih berlanjut
mungkin seluruh lambung harus diangkat.
3) Penderita Gastritis Erosif Kronis bisa diobati
dengan Antasid. Penderita sebaikanya menghindari obat tertentu (misalnya
Aspirin atau obat anti peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang
menyebabkan iritasi lambung. Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko
terbentuknya Ulkus karena obat anti peradangan non-steroid.
4) Untuk meringankan penyumbatan disaluran keluar
lambung pada Gastritis Eosinofilik, bisa diberikan Kortikosteroid atau
dilakukan pembedahan.
5) Gastritis Atrofik tidak dapat disembuhkan, sebagian besar penderita harus
mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12.
6) Penyakit Meiner bisa disembuhkan dengan mengangkat
sebagian atau seluruh lambung.
7) Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat
anti Ulkus yang menghalangi pelepasan asam lambung.
8) Pengaturan diet yaitu pemberian makanan lunak
dengan jumlah sedikit tapi sering.
9) Makanan yang perlu dihindari adalah
yang merangsang dan berlemak seperti sambal, bumbu dapur dan gorengan.
10) Kedisiplinan dalam pemenuhan jam-jam
makan juga sangat membantu pasien dengan gastritis.
- KOMPLIKASI
Jika dibiarkan tidak terawat,
Gastritis akan dapat mengakibatkan Peptic Ulcers dan perdarahan pada lambung.
Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko kanker lambung,
terutama jika terjadi penipisan secara terus – menerus pada dinding lambung dan
perubahan pada sel – sel dinding lambung.
Kebanyakan kanker lambung adalah
Adenocarcinomas, yang bermula pada sel – sel kelenjar dalam mucosa.
Adenocarsinomas tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi H. Pylori. Kanker jenis
lain yang terkait dengan infeksi akibat H. Pylori adalah MALT (Mucosa
associated Lymphoid Tissue) Lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan
pada jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat
disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal.
ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK
DENGAN
GASTRITIS
A. PENGKAJIAN
Metode yang dapat digunakan dalam
pengkajian berupa wawancara, pemeriksaan fisik, observasi umum, catatan
tertulis dari pelayanan kesehatan profesional lain, hasil pemeriksaan
diagnostik, catat pada waktu masuk RS dan interaksi dengan perawat, dokter,
atau ahli yang lain (Long, 1996).
Pengkajian kesehatan meliputi waktu
terjadinya masalah, durasi, faktor pencetus dan manifestasi – manifestasi yang
dirasakannya. Mulai dengan menanyakan mengapa ia mencari bantuan kesehatan,
kapan merasakan gejala, tanyakan pasien mengenai keluhan utama dan penyakit
saat ini berdasarkan: kapan masalah pertama kali dirasakan? Apakah bertahap
atau tiba – tiba? Apa yang dilakukan pasien bila masalah pertama kali dihadapi?
Apakah ini berhubungan dengan masukan makanan?
1. Durasi
a. Apakah masalah terjadi kadang –
kadang atau menetap?
b. Bila masalah nyeri, perhatikan
apakah masalah nyeri kontinyu atau intermitten?
2. Kualitas dan Karakteristik
Minta pasien untuk menggambarkan masalah
3. Tingkat Keparahan
Apakah ini mempengaruhi kemampuannya melakukan
aktivitas kehidupan sehari – hari seperti biasanya.
4. Lokasi
a. Dimana pasien merasakan terjadinya
masalah?
b. Apakah nyeri menyebar pada bagian
tubuh yang lain?
c. Apa yang terjadi pada pasien bila
terjadi manifestasi?
5. Faktor Pencertus
a. Adakah sesuatu yang tampaknya
menimbulkan masalah?
b. Apakah hal itu membuat makin buruk /
makin baik?
c. Kapan ini terjadi?
d. Apakah berhubungan dengan makanan, minuman atau
aktivitas?
e. Apakah makanan mencetuskan / meningkatkan nyeri?
6. Faktor Penghilang
a. Adakah sesuatu yang dilakukan pasien
untuk mengurangi masalah?
b. Sudahkah ia mencoba obat – obatan ?
c. Mengubah posisi atau hal lain yang dapat menghilangkan nyerinya?
7. Manifestasi yang berhubungan dengan
gastritis
a. Adakah manifestasi lain yang
menggganggu pasien bila masalahnya ada?
b. Apakah pasien kehilangan nafsu
makan, mual, muntah atau diare?
Dibawah ini adalah sumber data yang berupa biodata
pasien, keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan keluarga dan pemeriksaan fisik pada pasien dengan Gastritis:
1. Biodata Pasien
Biodata pasien secara lengkap
diperlukan untuk memulai hubungan yang harmonis dan serasi antara perawat dan
pasien. Adanya hubungan awal yang baik dapat memperlancar dalam mengembangkan
hubungan atau komunikasi Terapeutik. Terjalinnya komunikasi terapeutik yang
baik dapat membantu menurunkan sters pasien akibat Hospitalisasi dan
meningkatkan peras serta pasien dalam perawatan dan pengobatan.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien
adalah nyeri didaerah Epigastrium. Nyeri yang dialami dipengaruhi oleh
penglaman, persepsi, toleransi dan reaksi orang terhadap nyeri itu sendiri.
Individu memberi respon yang berbeda terhadap nyeri, ada yang disertai rasa
takut, gelisah, dan cemas sedangkan yang lain penuh dengan toleransi dan
optimis. ( Long, 1996 ).
Beberapa mekanisme nyeri yang
bersumber dari abdomen yaitu inflamasi peritoneum parietal, obstruksi visera
rongga, gangguan vaskular dan dinding abdominal. Nyeri inflamasi peritoneum
parietal bersifat tetap, sakit dan terletak langsung pada daerah meradang.
Intensitas nyeri tergantung pada tipe dan jumlah substansi benda asing pada
peritoneum parietal yang terpapar dalam periode waktu tertentu. Pelepasan
mendadak sejumlah kecil cairan asam lambung kerongga peritoneum menyebabkan
nyeri yang hebat dibandingkan dengan bahan yang sangat tercemar dalam jumlah yang
sama.
Karakteristik lain iritasi
peritoneal adalah spasme reflek tonik otot abdomen. Intensitas spasme otot tonik yang menyertai inflamasi peritoneal bergantung
pada lokasi proses peradangan atau kecepatan berkembang dan integritas sistem
nervosa.
Nyeri obstruksi visera abdominal
berongga secara klasik dilukiskan sebagai intermiten, abdomen mulas atau kolik.
Nyeri karena gangguan vaskuler disebabkan karena adanya embolisme atau
trombosis arteri mesentererika superior.
Nyeri yang timbul dari dinding
abdomen biasanya konstan dan sakit. Pergerakan,
berdiri lama dan adanya tekanan pada abdomen akan menambah perasaan nyeri dan
spasme otot. Keterlibatan otot secara serentak pada bagian lain dari tubuh
biasanya bermanfaat untuk membedakan miositis dinding abdomen dari suatu proses
intraabdominal yang dapat menyebabkan nyeri pada daerah yang sama.
3. Keluhan Tambahan
Keluhan tambahan yang terdapat pada
pasien gastritis biasanya berupa mual dan muntah. Mual dan muntah dikendalikan
oleh pusat muntah pada dasar ventrikel otak keempat. Pusat muntah dibagian
dorsal lateral dari formasio retikularis medula oblongata, yaitu pada tingkat
nukleus motorik dorsal lateral dari syaraf vagus. Pusat ini terletak dekat
dengan pusat salivasi, vasomotor dan pernafasan. Alat keseimbangan dapat
terserang akibat proses – proses sentral atau perifer. Peranan dari pusat
muntah adalah mengkoordinir semua komponen komplek yang terlibat dalam proses
muntah. (Long, 1996).
Terjadinya muntah didahului oleh
salivasi dan inspirasi dalam sfinter esophagus akan relaksasi, laring dan
palatum mole tingkat dan glotis menutup. Selanjutnya diafragma akan
berkontraksi dan menurun serta dinding perut juga berkontraksi mengakibatkan
suatu tekanan pada lambung dan sebagian isinya dimuntahkan. Peristiwa ini didahului
oleh statis lambung, kontraksi duodenum, dan antrum lambung. Mual dirasakan
sebagai sensasi tidak enak diepigastrium, dibelakang tenggorokan dan perut.
Sensasi mual biasanya disertai dengan berkurangnya motilitas lambung dan
meningkatnya kontraksi duodenum.
Terdapat lima penyebab muntah yang
utama diantaranya adalah penyakit psikogenik, proses – proses sentral, proses
sentral tidak langsung, penyakit perifer dan iritasi lambung atau usus.
Konsekuensi dari muntah yang berat dan lama akan meningkatkan dehidrasi,
gangguan keseimbangan elektrolit serta gangguan asam basa.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat menanyakan kepada pasien
tentang masalah masa lalu pada sistem Gastrointestinal. Pernahkan pasien
dirawat dirumah sakit? Untuk melanjutkan pengkajian keperawatan riwayat pasien,
perawata mencatat status kesehatan umum pasien serta gangguan dan perbedaan
gastrointestinal sebelumnya. Obat – obatan, dapatkan informasi lengkap tentang
obat yang diresepkan dan yang dijual bebas, baik saat ini dan yang digunakan
sebelumnya. Tanyakan tentang penggunaan Aspirin, dan obat antiinflamasi
nonsteroid (NSAID) yang dapat memperberat gastritis.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga tentang
penyakit Gastrointestinal yang dapat mempengaruhi masalah kesehatan saat ini
dan masa lalu pasien.
6. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik kemudian dilakukan
untuk memastikan data subjektif yang didapat dari pasien. Abdomen diinspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi. Pasien ditempatkan
dalam posisi terlentang.
Kontur dan
simetrisitas abdomen diperhatikan dengan identifikasi benjolan lokal, distensi
atau gerakan peristaltik. Auskultasi dilaksanakan sebelum perkusi dan palpasi
dapat meningkatkan motilitas usus, mengubah bising usus. Palpasi digunakan
untuk mengidentifikasi masa abdomen atau area nyeri tekan sebelum perkusi dan
palpasi. Timpani atau pekak dicatat selama perkusi. (Ester, 2000)
Nyeri tekan
pada regio epigastrik merupakan salah satu dari manifesrasi klinis pada
gastritis. (Long, 1996). Nyeri pada regio epigastrik terjadi karena destruksi
mucosa lambung. Destruksi tersebut terjadi karena susana asam yang terdapat
pada lumen lambung yang akan mempercepat kerusakan mukosa barier oleh cairan
usus yang menyebabkan efek nyeri epigastrik, karena terjadi vasokontriksi
pembuluh darah yang disebabkan karena stress terjadi penurunan perfusi mucosa.
Iskemia mucosa menyebabkan permeabilitas meningkat sehingga difus balik H+
meningkat dan terjadi pengeluaran histamin mucosa dan pertukaran yang dapat
mengakibatkan gejala distensi abdomen dan konsistensi agak keras.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman ( Nyeri Akut ) berhubungan
dengan Cedera Biologi (Iritasi Lambung )
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat dan rangsangan muntah.
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi pada
mukosa lambung
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
Muntah, Haematoemesis, Melena.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas
menurun dan proses penyakit.
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan,
perawatan serta hospitalisasi berhubungan dengan Kurang informasi.
C. INTERVENSI
DX. I :
Gangguan rasa nyaman (Nyeri Akut) b.d Cedera Biologi (Iritasi Lambung)
Tujuan : Nyeri berkurang atau
hilang
NOC I : Kontrol Nyeri
Kriteria Hasil :
1. Mengetahui faktor penyebab nyeri
2. Mengetahui permulaan terjadinya nyeri
3. Menggunakan tindakan pencegahan
4. Melaporkan gejala
5. Melaporkan kontrol nyeri
NOC II : Tingkat Nyeri
Kriteria Hasil :
1. Melaporkan nyeri berkurang atau hilang
2. Frekuensi nyeri berkurang
3. Lamanya nyeri berlangsung
4. Ekspresi wajah saat nyeri
5. Posisi tubuh melindungi
Skala Penilaian NOC :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC I : Manajemen Nyeri
Aktivitas
1. Lakukan pengkajian nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi, durasi,
kualitas, keparahan nyeri dan faktor pencetus nyeri.
2. Observasi ketidaknyamanan non verbal.
3. ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal relaksasi, guide imajeri, terapi
musik, distraksi.
4. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan misal suhu, lingkungan, cahaya, kegaduhan.
5. Kolaborasi : pemberian Analgetik sesuai indikasi
NIC II : Manajemen Analgetik
Aktivitas
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan tingkat nyeri sebelum
mengobati pasien.
2. Cek obat meliputi jenis, dosis, dan frekuensi pemberian analgetik.
3. Tentukan jenis analgetik ( Narkotik, Non-Narkotik) disamping tipe dan
tingkat nyeri.
4. Tentukan Analgetik yang tepat, cara pemberian dan dosisnya secara tepat.
5. Monitor tanda – tanda vital sebelum dan setelah
pemberian analgetik.
DX II :
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan makanan tidak
adekuat dan rangsangan muntah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi
terpenuhi
NOC : Status Gizi
Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan berat badan dalam batas normal
Berat badan ideal :
Rumus : 8 + 2n n : umur
Status nutrisi
= Berat badan sekarang X 100 %
Berat Ideal
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
Pasien mau makan diet yang
diberikan minimal habis ½ porsi, nafsu makan baik.
3. Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Pasien tidak lemas dan lemah.
4. Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
Pasien mau makan.
5. Nilai laboratorium misal Albumin dan Globulin dalam
batas normal
Albumin normal : 3,5 – 5,3 gr/dl
Globulin normal : 2,7 – 3,2 gr/dl
Hemoglobin : 12 – 16 gr/dl
SGOT : L<37,>
SGPT : L<41,>
Skala penilaian NOC :
1. Tidak adekuat
2. Ringan
3. Sedang
4. Kuat
5. Adekuat total
NIC : Pengelolaan Nutrisi
Aktivitas
1. Kaji tentang makanan yang membuat klien alergi.
2. Tentukan makanan kesukaan klien.
3. Dorong pasien untuk memilih makanan yang lunak.
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
5. Hindari makanan pedas, asam atau berminyak.
6. Monitor jumlah pemasukan nutrisi dan kalori.
7. Kolaborasi :
a. Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah
kebutuhan kalori dan protein.
b. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu
makan, makanan pelengkap.
DX III : Hipertermi b.d Proses
infeksi pada mukosa lambung
Tujuan : Tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
NOC : Termoregulasi
Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam batas normal
Suhu tubuh normal berkisar antara
36 – 37 derajat celsius
2. Menjelaskan tindakan untuk mengurangi peningkatan
suhu tubuh
Tindakan untuk mengurangi
peningkatan suhu tubuh.
3. Tidak ada perubahan warna kulit.
Warna kulit tidak sianosis,
turgor kulit baik.
4. Denyut nadi normal
Nadi
New Born 100 – 180 X/menit
1 minggu – 3 bulan 100 – 120
X/menit
3 bulan – 3 tahun 80 – 150
X/menit
2 – 10 tahun 70 – 110 X/menit
10 tahun – dewasa 55 – 90 X/menit
5. Respirasi normal
Pernafasan
New Born 35 X/menit
1 – 11 bulan 30 X/menit
2 tahun 25 X/menit
4 tahun 23 X/menit
6 tahun 21 X/menit
8 tahun 20 X/menit
10 – 12 tahun 19 X/menit
14 tahun 18 X/menit
16 tahun 17 X/menit
18 tahun 16 – 18 X/menit
6. Cairan seimbang
(intake dan out put) dalam 24 jam
Urine output
1 – 3 tahun 500 – 600 ml
3 – 5 tahun 600 – 700 ml
5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
14 –18 tahun 1500 ml
Berat jenis urine 20 – 40 mg/dl
7. Tekanan darah dalam batas
normal
Tekanan darah
New Born 40 mmHg
1 bulan 85/54 mmHg
1 tahun 95/65 mmHg
6 tahun 105/65 mmHg
10 – 13 tahun 110/65 mmHg
14 – 17 tahun 120/80 mmHg
Skala Penilaian NOC :
1. Tidak normal
2. Jauh dari normal
3. Hampir normal
4. Cukup normal
5. Normal
NIC I : Regulasi tubuh
1. Observasi tanda – tanda vital
2. Berikan minuman per oral
3. Kompres dengan air hangat
4. Kolaborasi pemberian Antipiretik
5. Monitor masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam
DX. IV : Resiko
kekurangan volume cairan b.d Muntah, Haematoemesis, Melena
Tujuan : Tidak
ada tanda – tanda kekurangan volume cairan misal dehidrasi
NOC : Fluid
Balance
Kriteria Hasil
:
1. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
2. Tidak terlihat mata cekung
3. Kelembaban kulit dalam batas normal
4. Membran mukosa lembab
5. Berat badan stabil
Skala Penilaian NOC :
1. Luar biasa kompromi
2. Kompromi sekali
3. Kompromi baik
4. Kompromi sedang
5. Tidak ada kompromi
NIC : Fluid Management
Aktivitas
1. Timbang popok jika diperlukan
2. Pertahan intake dan output yang akurat
3. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mucosa, nadi adekuat, tekanan
darah)
4. Monitor vital sign
5. Dorong masukan oral
6. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
7. Kolaborasi
c. Pemberian cairan IV
d. Pemberian tranfusi darah jika perlukan
DX. V : Resiko tinggi infeksi
b.d Imunitas menurun dan Proses penyakit
Tujuan : Tidak terjadi
infeksi lebih lanjut
NOC I : Imune Status
Kriteria Hasil :
1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Tidak ada rubor, color, dolor,
tumor dan fungsiolesa.
2. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
3. Menunjukan perilaku hidup sehat
Personal hygiene pasien terpenuhi
baik sacara mandiri maupun dibantu keluarga.
NOC II : Pengendalian Resiko
Kriteria Hasil :
1. Mengindikasikan status gastrointestinal,
pernafasan, genitouria dan imun dalam batas normal
a. Tidak ada konstipasi atau
diare.
b. Pernafasan
New Born 35 X/menit
1 – 11 bulan 30 X/menit
2 tahun 25 X/menit
4 tahun 23 X/menit
6 tahun 21 X/menit
8 tahun 20 X/menit
10 – 12 tahun 19 X/menit
14 tahun 18 X/menit
16 tahun 17 X/menit
18 tahun 16 – 18 X/menit
c. Tidak ada gangguan dalam
berkemih
d. Daya tahan tubuh baik tidak
mudah terserang penyakit
2. Mendapatkan imunisasi yang tepat
Imunisasi
Umur
|
Imunisasi yang harus didapat
|
0 bulan
|
Hepatitis B1, BCG, Polio 1
|
2 bulan
|
Hepatitis B2, DPT1, Polio 2
|
3 bulan
|
DPT2, Polio 3
|
4 bulan
|
DPT3, Polio 4
|
6 bulan
|
Hepatitis B3
|
9 bulan
|
Campak
|
Skala Penilaian NOC :
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Konsisten menunjukan
NIC : Infection Protection
Aktivitas
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor terhadap kerentanan infeksi
3. Batasi pengunjung
4. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas dan drainase
5. Dorong masukan nutrisi yang cukup
6. Dorong masukan cairan yang cukup
7. Dorong pasien untuk istirahat
8. Informasikan kepada keluarga kapan jadwal imunisasi
(DPT, Polio, Campak, Rubella)
9. Jelaskan keuntungan imunisasi
10. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan
setiap kali masuk dan keluar dari ruangan klien.
11. Kolaborasi : Berikan antibiotik jika diperlukan
DX. VI : Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, pengobatan, perawatan serta hospitalisasi
Tujuan : Pengetahuan pasien dan
keluarga bertambah
NOC : Pengetahuan : Proses
Penyakit
Kriteria Hasil
1. Mengenal nama penyakit
2. Deskripsi proses penyakit
3. Deskripsi faktor penyebab
4. Deskripsi tanda dan gejala
5. Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit
6. Deskripsi komplikasi penyakit
7. Deskripsi tindakan pencegahan terhadap komplikasi
Skala Penilaian NOC :
1. Tidak ada
2. Sedikit
3. Sedang
4. Luas
5. Lengkap
NIC : Pembelajaran Proses
Penyakit
Aktivitas
1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
2. Jelaskan tanda dan gejala penyakit
3. Jelaskan proses penyakit
4. Identifikasi penyebab penyakit
5. Berikan informasi tentang kondisi klien
6. Berikan informasi tentang hasil pemeriksaan laboratorium
7. Diskusikan perubahan gaya hidup untuk mencegah
komplikasi
C. EVALUASI
Dx
|
Kriteria Hasil
|
Keterangan Skala
|
I
|
Kontrol
Nyeri
NOC I :
Kontrol Nyeri
Kriteria
Hasil :
1.Mengetahui faktor penyebab nyeri
2.Mengetahui permulaan terjadinya nyeri
3.Menggunakan tindakan pencegahan
4.Melaporkan gejala
5.Melaporkan kontrol nyeri
NOC II :
Tingkat Nyeri
Kriteria
Hasil
1.Melaporkan nyeri berkurang atau hilang
2.Frekuensi nyeri berkurang
3.Lamanya nyeri berlangsung
4.Ekspresi wajah saat nyeri
5.Posisi tubuh melindungi
|
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
|
II
|
NOC : Status Gizi
1. Mempertahankan berat badan dalam batas normal
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
3. Melaporkan keadekuatan tingkat energi
4. Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
5. Nilai laboratorium misal Albumin dan globulin dalam batas normal
|
1. Tidak adekuat
2. Ringan
3. Sedang
4. Kuat
5. Adekuat total
|
III.
|
NOC : Termoregulasi
1. Suhu tubuh dalam batas normal
2. Menjelaskan tindakan untuk mengurangi peningkatan suhu tubuh
3. Tidak ada perubahan warna kulit
4. Denyut nadi normal
5. Respirasi normal
6. Cairan seimbang (intake & output) dalam 24 jam
7. Tekanan darah dalam batas normal
|
1. Tidak normal
2. Jauh dari normal
3. Hampir normal
4. Cukup normal
5. Normal
|
IV.
|
NOC : Fluid
Balance
1. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam
2. Berat badan stabil
3. Tidak ada cekung
4. Kelembaban kulit dalam batas normal
5. Membran mukosa lembab
|
1.Luarbiasa kompromi
2.Kompromi sekali
3.Kompromi baik
4.Kompromi sedang
5.Tidak kompromi
|
V.
|
NOC I : Imune Status
1. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3. Menunujukan perilaku hidup sehat
NOC II : Pengendalian Resiko
1. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernafasan, genitouria dan imun
dalam batas normal
2. Mendapatkan imunisasi yang tepat
|
1. Tidak pernah menunjukan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukan
4. Sering menunjukan
5. Konsisten menunjukan
|
VI.
|
1. Mengenal nama penyakit
2. Deskripsi proses penyakit
3. Deskripsi faktor penyebab
4. Deskripsi tanda dan gejala
5.Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit
6. Deskripsi komplikasi penyakit
7.Deskripsi tindakan pencegahan terhadap komplikasi
|
1. Tidak ada
2. Sedikit
3. Sedang
4. Luas
5. Lengkap
|
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner, A. Suddart, 2005, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah,ed 8 vol.3, EGC, Jakarta.
Ester, M, 2001, Keperawatan
Medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal, EGC, Jakarta.
Johnson, Marion, 2000, Nursing
Outcomes Classification (NOC), second edition, Mosby, United State of
American.
Hadi, Sujono, 1991, Gastroenterologi,
ed 5, Alumni, Bandung.
Long, BC, 1996, Perawatan Medikal
Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Yayasan Ikatan Pendidikan
Keperawatan Pajajaran , Bandung.
Mansjoer, A, Suprohaita &
Setyowulan, 1999, Kapita Selekta Kedokteran ed 3, Media Aesculapius,
Jakarta.
MC, Closkey, Joanne C, 1996, Nursing
Intervention Classification (NIC), second edition, Mosby, United State of
American.
Santosa, Budi, 2006, Panduan
Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikasi, EGC,
Jakarta.
Priharjo, R, 1996, Pengkajian
Fisik Keperawatan, editor Gede Yasmin asih, EGC, Jakarta.
Reeves, Charlene J, 2001, Keperawatan
Medikal Bedah, Salemba Medika, Jakarta.
Suharyo, dkk, 1988, Gastroenterologi
Anak Praktis, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
http://www.medicastore.com/ Gastritis/
Diakses pada tanggal 24 Mei 2008
http://google.com//Gastritis/ Diakses
pada tanggal 24 Mei 2008
ASKEP MARASMUS
KONSEP DASAR
MARASMUS
A. Pengertian
1. Marasmus
adalah suatu bentuk malgizi protein energi karena kelaparan, semua unsur diet
kurang. Hal ini dikarenakan masukan kalori yang tidak adekuat, diet “Faddy”,
penyakit usus menahun, kelainan metabolik/infeksi menahun separti tuberkulosis.
(Pincus catzel dan Ian roberts, 1991 : 106).
2. Marasmus
adalah bila kekurangan kalori dalam diet yang berlangsung lama yang akan
menimbulkan gejala undernutrition yang sangat ekstrim. (FKUI, 1985 :
361).
3. Marasmus
adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya konsumsi energi
kalori dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga mengakibatkan tidak
adekuatnya intake kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. ( Nelson, 1999 : 298 ).
4. Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit
infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus. ( http://dokterfoto. com, diperoleh tanggal 4 Juni 2008).
B. Etiologi
Menurut
Behrman (1999: 122) etiologi marasmus antara lain:
1. Pemasukan
kalori yang tidak mencukupi, sebagai akibat kekurangan dalam susunan makanan.
2. Kebiasaan-kebiasaan
makanan yang tidak layak, seperti terdapat pada hubungan orang tua-anak yang
terganggu atau sebagai akibat kelainan metabolisme atau malformasi bawaan.
3. Gangguan
setiap sistem tubuh yang parah dapat mengakibatkan terjadinya malnutrisi.
4. Disebabkan
oleh pengaruh negatif faktor-faktor sosioekonomi dan budaya yang berperan
terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat
pula disebabkan oleh diare kronik malabsorpsi protein, hilangnya protein air
kemih ( sindrom neprofit ), infeksi menahun, luka bakar dan penyakit hati.
C. Tanda dan
Gejala
Menurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah
(2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda dan gejala dari marasmus adalah :
1. Anak
cengeng, rewel, dan tidak bergairah.
2. Diare.
3. Mata besar
dan dalam.
4. Akral dingin
dan tampak sianosis.
5. Wajah
seperti orang tua.
6. Pertumbuhan
dan perkembangan terganggu.
7. Terjadi
pantat begi karena terjadi atrofi otot.
8. Jaringan
lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit jelek..
9. Perut
membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
10. Nadi lambat
dan metabolisme basal menurun.
11. Vena
superfisialis tampak lebih jelas.
12. Ubun-ubun
besar cekung.
13. Tulang pipi
dan dagu kelihatan menonjol.
14. Anoreksia.
15. Sering
bangun malam.
D. Patofisiologi
Pertumbuhan yang kurang atau
terhenti disertai atrofi otot dan manghilangkan lemak di bawah kulit. Pada
mulanya kelainan demikian merupakan prosesn fisiologis. Untuk kelangsungan
hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat sendiri dan
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi
kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena
itu, pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal,
sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin. (Ngastiyah, 2005 : 259).
E. Pathway
F. Komplikasi
Komplikasi
yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) defisiensi Vitamin A,
infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma, anemia, gagal
tumbuh serta keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor.
a. Defisiensi
Vitamin A
Umumnya
terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu. Malabsorbsi
ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit infeksi
enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau pada penyakit hati. Karena
Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat menimbulkan
gangguan absorbsi.
b. Infestasi
Cacing
Gizi kurang
mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi khususnya
gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi parasit
seperti cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi kurang.
c. Tuberkulosis
Ketika
terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan membentuk
“tuberkolosis primer”. Gambaran yang utama adalah pembesaran kelenjar limfe
pada pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus utama dan
pembuluh darah. Jika pembesaran menghebat, penekanan pada bronkus mungkin dapat
menyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian paru,
yang selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya menyembuh
dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini. Pada anak dengan
keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat memecahkan ke dalam bronkus,
menyebarkan infeksi dan mengakibatkan penyakit paru yang luas.
d. Bronkopneumonia
Pada anak
yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan otot yang menyeluruh
atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot pernapasan. Anak mungkin tidak
dapat batuk dengan baik untuk menghilangkan sumbatan pus. Kenyataan ini lebih
sering menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai banyak bagian kecil
tersebar di paru (bronkopneumonia).
e. Noma
Penyakit
mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan kalori-protein berat yang
perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat destruktif dan akut. Kerusakan
dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan tulang sekitar rongga mulut.
Gejala yang khas adalah bau busuk yang sangat keras. Luka bermula dengan bintik
hitam berbau diselaput mulut. Pada tahap berikutnya bintik ini akan
mendestruksi jaringan lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar
akan terlihat lubang kecil dan berbau busuk.
G. Pemeriksaan
Penunjang
1.Menurut FKUI (1985:364) pada pemeriksaan
laboratorium memperlihatkan :
a. Karena adanya kelainan kimia darah, maka :
1) kadar
albumin serum rendah
2) kadar globumin
normal atau sedikit tinggi
3) peningkatan
fraksi globumin alfa 1 dan globumin gama
4) kadar
globumin beta rendah
5) kadar
globumin alfa 2 menetap
6) kadar
kolesterol serum menurun
7) uji
turbiditas timol meninggi
b. Pada
biopsi hati ditemukan perlemahan yang kadang-kadang demikian hebatnya sehingga
hampir semua sela hati mengandung vakual lemak besar. Sering juga ditemukan
tanda fibosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononukleus.
c. Pada
hasil outopsi penderita kwashiorkor yang berat menunjukan hampir semua organ
mengalami perubahan seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang dan
sebagainya.
2. Menurut
Markum (1996:167) pada pemeriksaan
a. Laboratorium
menunjukan
1) Penurunan badan
albumin, kolesterol dan glukosa dalam serum
2) Kadar globumin
dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globumin dapat
terbalik kurang dari 1.
3) Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam
amino non esensial.
4) Umumnya kadar
imunoglubin serum normal atau meningkat.
5) Kadar Ig A
serum normal, kadar Ig A sekretori rendah.
6) Uji toleransi
glukosa menunjukan gambaran tipe diabetik.
7) Pemeriksaan air
kemih menunjukan peningkatan sekresi hidroksiprolin dan adanya aminoasi dunia.
b. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis,
nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua
selhati mengandung vakual lemak yang besar.
c. Pemeriksaan outopsi menunjukan kelainan pada hampir semua organ tubuh,
seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus,
detrofi sistem limfold dan atrofi kelenjar timus.
d. Pada pemeriksaan otopometri berat badan dibawah 90%, lingkar lengan di
bawah 14 cm.
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000 : 514 – 517) penatalaksanan marasmus adalah :
1. Atasi /
cegah hipoglikemia
Periksa gula darah bila ada
hipotermia (suhu aksila <>oC, suhu rektal 35,5oC). Pemberian
makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kondisi tersebut.
2. Atasi/cegah
hipotermia
Bila suhu rektal <>oC
a. Segera beri
makanan cair/fomula khusus.
b. Hangatkan anak
dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala.
3. Atasi/cegah
dehidrasi
Lakukan pemberian cairan infus
dengan hati-hati dengan tetesan pelan-pelan untuk mengurangi beban sirkulasi
dan jantung.
4. Koreksi
gangguan keseimbang elektrolit
Pada marasmus berat terjadi
kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar natrium plasma rendah.
a) Tambahkan
Kalium dan Magnesium dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan
langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.
5. Obati / cegah
infeksi dengan pemberian antibiotik
6. Koreksi
defisiensi nitrien mikro, yaitu dengan :
Berikan setiap hari :
1). Tambahkan
multivitamin.
2). Asam folat 1
mg/hari (5 mg hari pertama).
3). Seng (Zn) 2
mg/KgBB/hari.
4). Bila berat
badan mulai naik berikan Fe (zat besi) 3 mg/KgBB/hari.
5). Vitamin A oral
pada hari 1, 2, dan 14.
Umur > 1 tahun : 200 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 6-12 bulan : 100 ribu SI (satuan Internasional).
Umur 0-5 bulan : 50 ribu SI (satuan Internasional).
6). Mulai pemberian makan
Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi
metabolisme basal.
I. Pencegahan
Tindakan
pencegahan terhadap marasmus menurut (Lubis,
U.N.http: //www.cermin dunia kedokteran. diperoleh tanggal 4 Juni 2008) dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut
memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi, antara lain :
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi
yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6
tahun ke atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan
dan kebersihan perorangan.
.4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu
kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah
yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
MARASMUS
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Perawat yang
merawat klien melakukan perkenalan & kontak dengan klien tentang : nama
perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan waktu, tempat,
pertemuan, dan topik yang akan dibicarakan.
b. Usia dan
nomor Rekam Medik.
c. Mahasiswa
menuliskan sumber data yang di dapat.
2. Alasan Masuk
a. Tanyakan kepada
klien / keluarga yang datang :
b. Apa yang menyebabkan
klien / keluarga datang ke rumah sakit ini?
3. Focus
pengkajian marasmus menurut Mi Ja Kim adalah :
a. Data Subjektif
1) Rasio berat
badan
a) Kehilangan BB
dengan asupan makan yang adekuat.
b) BB 20% atau
lebih dibawah BB ideal untuk tinggi badan & bentuk tubuh yang normal.
2) Tinggi
aktivitas
Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus
marasmus. Anak tampak lesu dan tidak bergairah & pada anak yang lebih tua
terjadi penurunan produktivitas kerja.
3) Masukan atau
intake nutrisi
a) Melaporkan
asupan makan yang tidak adekuat kurang dari jumlah harian yang dianjurkan.
b) Melaporkan /
terlihat kurang makan.
4) Diet
Melaporkan
perubahan dalam hal merasakan makanan.
5) Pengetahuan
tentang nutrisi
Memperlihatkan / terobservasi kurangnya pengetahuan
dalam perilaku peningkatan kesehatan.
b. Data Objektif
1) Data umum
a) Perubahan
rambut
Warnanya lebih muda (coklat, kemerah-merahan dan
lurus, panjang, halus, mudah lepas bila ditarik).
b) Warna kulit
lebih muda
Seluruh tubuh /
lebih sering pada muka, mungkin menampakan warna lebih muda daripada warna kulit anak sehat.
c) Tinja encer
Disebabkan
gangguan penyerapan makan, terutama gula.
d) Adanya ruam
“bercak bersepih”
Noda warna gelap
pada kulit, bila terkelupas meninggalkan warna kulit yang sangat muda / bahkan
ulkus di bawahnya.
e) Gangguan
perkembangan & pertunbuhan
f) Hilangnya lemak di otot
& bawah kulit karena makanan kurang mengandung kalori dan protein.
g) Adanya perut
yang membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.
h) Adanya
anemia yang berat
Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi,
asam folat dan berbagai vitamin.
i) Mulut dan
gigi
Adanya tanda luka di
sudut-sudut mulut.
j) Kaji adanya
anoreksia, mual.
B. Diagnosa
Keperawatan
1. Ketidakseimbangan
nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang.
2. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi.
3. Resiko infeksi berhubungan
dengan daya tahan tubuh menurun.
4. Keterlambatan
tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi.
5. Kurang
pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
C. Fokus Intervensi
1. Diagnosa :
Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang.
NOC : status
nutrisi : intake nutrisi dan cairan.
Kriteria hasil
:
a Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan.
b Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c Tidak ada
tanda-tanda malnutrisi.
d Tidak terjadi
penurunan berat badan yang berarti.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang-kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
NIC : Nutrition
Monitoring
Intervensi :
1. BB pasien
dalam batas normal.
2. Monitor
adanya penurunan berat badan.
3. Monitor
kulit kering dan perubahan pigmentasi.
4. Monitor
turgor kulit.
5. Monitor
kekeringan,rambut kusam dan mudah patah.
6. Monitor
pertumbuhan dan perkembangan.
7. Monitor
kalori dan intake nutrisi.
2. Diagnosa :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi.
NOC : Tissue Integrity : skin and mucous membranes.
Kriteria hasil
:
a. Integritas
kulit yang baik bias dipertahankan.
b. Tidak ada luka
/ lesi pada kulit.
c. Perfusi
jaringan baik.
d. Menunjukan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
e. Mampu
melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan alami.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah
menunjukkan
2 : jarang
menunjukkan
3 : kadang
menunjukkan
4 : sering
menunjukkan
5 : selalu
menunjukkan
NIC : Tissue integrity;skin and mucous.
Intervensi :
1. Monitor kulit
akan adanya kemerahan.
2. Oeskan lotion
pada derah yang tertekan.
3. Mobilisasi
pasien setiap 2 jam sekali.
4. Jaga kebersihan
kulit agar tetap bersih dan kering.
3. Diagnosa :
Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun
NOC : Risk
Control
Kriteria hasil
:
a. Kenali faktor
resiko infeksi
b. Mengubah gaya
hidup untuk mengurangi resiko.
c. Monitor
perubahan status kesehatan.
d. Mendorong gaya
hidup status kesehatan (dari status kesehatan yang buruk ke status kesehatan
yang baik).
e. Menunjukan
perilaku hidup sehat.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah
dilakukan
2 : jarang
dilakukan
3 : kadang
dilakukan
4 : sering
dilakukan
5 : selalu
dilakukan
NIC : Infection
Protection
Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi.
2. Monitor kerentanan terhadap infeksi.
3. Batasi pengunjung.
4. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan dan panas.
5. Ajarkan cara menghindari infeksi.
6. Instrusikan pasien untuk minum obat antibiotik sesuai resep.
4. Diagnosa :
Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan dengan malnutrisi
NOC : Neglect
Recorvery
Kriteria hasil
:
a. Nutrisi
adekuat.
b. Mendapatkan
diet yang dianjurkan.
c. Pertumbuhan
& perkembangan dalam batas normal.
d. Kemampuan
kognitif dalam batas yang sesuai.
e. Mendapat
perawatan yang sesuai.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah menunjukkan
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
NIC : Management behavior
Intervensi :
1.Gunakan suara yang lembut dan pelan dalam berbicara dengan pasien.
2. Tingkatkan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan.
3. Diskusikan dengan keluarga untuk membuat dasar kognitif prainjury.
4. Buat rutinitas untuk pasien.
5. Hindari untuk menyudutkan pasien.
6. Hindari untuk membantah pasien.
5. Diagnosa :
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi.
NOC : Knowledge : disease process
Kriteria hasil :
a. Menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan.
b. Mampu
malaksanakan prosedur yang dijelaskan.
c. Mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan lainnya.
Skala Nilai :
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang dilakukan
4 : sering
dilakukan
5 : selalu
dilakukan
NIC : Teaching ;Disease Process
Intervensi :
1.Berikan
penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit.
2. Gambarkan
tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit.
3. Gambarkan
proses penyakitnya.
4. sediakan
informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara tepat.
5.
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
D. Evaluasi
1 Diagnosa :
Ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang.
Kriteria
hasil :
|
Skala
|
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan berat badan ideal
sesuai dengan tinggi badan.
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
|
5
5
5
5
|
2 Diagnosa :
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi.
Kriteria
hasil :
|
Skala
|
a. Integritas kulit yang baik bias dipertahankan.
b. Tidak ada luka / lesi pada kulit.
c. Perfusi jaringan baik.
d. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
cedera berulang.
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan perawatan
alami.
|
5
5
5
5
5
|
3 Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh menurun
Kriteria
hasil :
|
Skala
|
a. Kenali faktor resiko infeksi
b. Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko.
c. Monitor perubahan status kesehatan.
d. Mendorong gaya hidup status kesehatan (dari status kesehatan yang buruk
ke status kesehatan yang baik).
e. Menunjukan perilaku hidup sehat.
|
5
5
5
5
5
|
4 Diagnosa : Keterlambatan tumbuh kembang berhubungan
dengan malnutrisi
Kriteria
hasil :
|
Skala
|
a. Nutrisi adekuat.
b. Mendapatkan diet yang dianjurkan.
c. Pertumbuhan & perkembangan dalam batas normal.
d. Kemampuan kognitif dalam batas yang sesuai.
e. Mendapat perawatan yang sesuai.
|
5
5
5
5
5
|
5 Diagnosa :
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, diit, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kriteria
hasil :
|
Skala
|
a. Menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan.
b. Mampu malaksanakan prosedur yang dijelaskan.
c. Mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat / tim kesehatan
lainnya.
|
5
5
5
|
BAB IV
PENUTUP
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi
buruk yang paling sering ditemui pada balita terutama di daerah perkotaan. Penyebabnya merupakan multifaktorial antara lain
masukan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan untuk menentukan penyebab perlu
anamnesis makanan dan penyakit yang lalu.
Pencegahan terhadap marasmus ditujukan pada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan dan penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet, tinggi kalori dan tinggi protein, dan penatalaksanaan di rumah sakit dibagi atas tahap awal, tahap penyesuaian, dan rehabilitasi.
Kian banyaknya temuan kasus gizi buruk, baik kwashiorkor, maramus maupun marasmus kwashiorkor menunjukkan bahwa persoalan gizi di Indonesia belum dapat menorehkan tinta emas. Revitalisasi posyandu dan sosialisasi akan kesadaran gizi masyarakat tampaknya perlu terus digaungkan agar penapisan terhadap status gizi dapat berlangsung lebih dini. (http://dokterfoto.com/2008/04/06/marasmus)
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R. E.
1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1.
Jakarta:EGC
Johnson, Marion dkk.
2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby
Lubis, N. U.
2002. Penatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita. http://www.cermin
dunia kedokteran.com. diperoleh tanggal 4 Juni 2008
Mansjoer,Arif.
2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta: Media
Aescullapius.
Markum, A,
H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak, Jilid 1. Jakarta : FKUI.
McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Interventions
Classification (NIC). Mosby
NANDA .2005. Panduan Diagnosa
Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi & Klasifikasi, Alih Bahasa: Budi
Santoso. Prima Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak
Sakit, Edisi . Jakarta : EGC
Staf
pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
ASKEP PERSALINAN NORMAL DAN KEHAMILAN
KONSEP DASAR
PERSALINAN NORMAL DAN KEHAMILAN PEB
A. PERSALINAN
1. PENGERTIAN
Menurut Wiknjosastro (2002), persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
Sedangkan menurut Halminton (2005), persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.
Persalinan dan kelahiran normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri, tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan lahir (Mochtar, 2005).
2. ETIOLOGI
Menurut Manuaba (2008), penyebab pasti partus masih merupakan teori yang kompleks antara lain oleh faktor hormonal, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi, perubahan biokimia antara lain penurunan kadar hormone estrogen dan progesteron. Teori Oxytocin, jika oxytocin bertambah maka akan timbul kontraksi otot-otot rahim, keregangan otot-otot dan pengaruh janin. Teori prostalglandin: prostalglandin dalam sperma akan merangsang kontraksi uterus. Teori penurunan progesterone: akan terjadi kontraksi jika progesterone turun.
3. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan menurut Mochtar (2005) adalah:
a. Pasage (Jalan lahir)
Jalan lahir bayi (panggul) terdiri dari 2 bagian, yaitu:
1) Bagian keras: panggul kecil
2) Bagian lunak: otot-otot dasar panggul (perinium) dan alat reproduksi dalam (serviks)
b. Pasanger (janin)
Dipengaruhi oleh
1) Letak: melintang, kepala diatas, kepala dibawah.
2) Posisi
3) Presentasi: bagian yang paling awal terlihat saat bayi akan lahir, antara lain: presentasi kepala, bokong, kaki, bahu.
c. Power (kekuatan/his)
Merupakan tenaga utama dari ibu. Ini dipengaruhi oleh hormon progesteron, oksitosin dan prostalglandin
d. Psyche/kondisi psikologis ibu
Pengeluaran hormon persalinan sangat dipengaruhi kondisi psikologis/emosional seseorang. Jika terjadi kecemasan pada ibu, hormon untuk berkontraksi tidak ada, sehingga his tidak ada maka persalinan terganggu.
e. Position (posisi saat melahirkan)
Posisi ibu saat melahirkan sebaiknya yang gravitasinya tinggi sehingga bayi cepat turun/lahir. Misalnya dengan berdiri, duduk, jongkok. Tetapi gaya ini memiliki kelemahan yaitu sulit mengontrol cidera pada ibu dan bayi.
4. PATOFISIOLOGI
5. TANDA-TANDA PERSALINAN
Menurut Manuaba (2007), tanda-tanda persalinan adalah:
a. Tanda persalinan sudah dekat (awal persalinan)
1) Terjadi lightening
Menjelang minggu ke–36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan :
a) Kontraksi Braxton hicks
b) Ketegangan dinding perut
c) Ketegangan ligamentum rotandum
d) Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah
2) Masuknya kepala bayi ke pintu atas panggul dirasakan ibu hamil :
a) Terasa ringan dibagian atas, rasa sesaknya berkurang
b) Dibagian bawah terasa sesak
c) Terjadi kesulitan saat berjalan
d) Sering miksi (beser kencing)
e) Terjadinya his permulaan
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton hicks dikemukan sebagi keluhan karena dirasakan sakit dan mengganggu terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen, progesterone, dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin.
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesterone makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering sebagai his palsu.
3) Sifat his permulaan ( palsu )
a) Rasa nyeri ringan di bagian bawah
b) Datangnya tidak teratur
c) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda
d) Durasinya pendek
e) Tidak bertambah bila beraktifitas
b. Tanda persalinan
1) Terjadinya his persalinan , his persalinan mempunyai sifat :
a) Pinggang terasa sakit yang menjalar ke bagian depan
b) Sifatnya teratur,interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar
c) Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
d) Makin beraktifitas (jalan) kekuatan makin bertambah
2) Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda)
Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan :
a) Pendataran dan pembukaan
b) Pembukaan menyebabkan lender yang terdapat pada kanalis servikalis lepas
c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
3) Pengeluaran cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.
6. KOMPLIKASI PADA PERSALINAN
a. Infeksi
b. Retensi plasenta
c. Hematom pada vulva
d. Ruptur uteri
e. Emboli air ketuban
f. Ruptur perineum (Hachermoore, 2001).
7. TAHAP-TAHAP PERSALINAN
Menurut Winkjosastro (2002), persalinan dibagi dalam 4 tahap/Kala yaitu:
a. Kala I : dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10cm) proses ini terbagi dalam dua fase yeitu :
1) Fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm
2) Fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif
b. Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
c. Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
d. Kala IV : dimulai saat lahirnya plasenta sampai dua jam pertama postpartum.
8. LANGKAH-LANGKAH PERTOLONGAN PERSALINAN NORMAL
a. Saat kepala didasar panggul dan membuka pintu dengan crowning sebesar 5 sampai 6 cm peritoneum tipis pada primi atau multi dengan perineum yang kaku dapat dilakukan episiotomi median/mediolateral atau lateral
b. Episotomi dilakukan pada saat his dan mengejan untuk mengurangi sakit. Tujuan episiotomi adalah untuk menjamin agar luka teratur sehingga mudah mengait dan melakukan adaptasi.
c. Persiapan kelahiran kepala, tangan kanan menahan perineum sehingga tidak terjadi robekan baru sedangkan tangan kiri menahan kepala untuk mengendalikan ekspulsi
d. Setelah kepala lahir dengan suboksiput sebagai hipomoklion muka dan hidung dibersihkan dari lender kepala dibiarkan untuk melakukan putar paksi dalam guna menyesuaikan os aksiput kearah punggung
e. Kepala dipegang sedemikian rupa dengan kedua tangan menarik curam kebawah untuk melahirkan bahu depan, ditarik keatas untuk melahirkan bahu belakang setelah kedua bahu lahir ketiak dikaitr untuk melahirkan sisa badan bayi
f. Setelah bayi lahir seluruhnya jalan nafas dibersihkan dengan menghisap lendir sehingga bayi dapat bernafas dan menangis dengan nyaring pertanda jalan nafas bebas dari hambatan
g. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan :
1) Setelah bayi menangis dengan nyaring artinya paru-paru bayi telah berkembang dengan sempurna
2) Setelah tali pusat tidak berdenyut lagi keduanya dilakukan pada bayi yang aterm sehingga peningkatan jumlah darah sekitar 50 cc
3) Pada bayi prematur pemotongan tali pusat dilakukan segera sehingga darah yang masuk ke sirkulasi darah bayi tidak terlalu besar untuk mengurangi terjadi ikterus hemolitik dan kern ikterus
h. Bayi diserahkan kepada petugas untuk dirawat sebagaimana mestinya
i. Sementara menunggu pelepasan plasenta dapat dilakukan
1) Kateterisasi kandung kemih
2) Menjahit luka spontan atau luka episiotomi (Saifudin, 2001)
9. DIAGNOSIS DAN PENANGANAN PERSALINAN
a. Kala I
1) Diagnosis
Ibu sudah dalam persalinan kala I jika pembukaan serviks kurang dari 4 cm dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40 detik.
2) Penanganan
a) Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah, ketakutan dan kesakitan
b) Jika ibu tampak kesakitan dukungan/asuhan yang dapat diberikan; lakukan perubahan posisi, sarankan ia untuk berjalan, dll.
c) Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan
d) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perugahan yang terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan
e) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya setelah buang air besar/kecil.
f) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat atasi dengan cara : gunakan kipas angin/AC, kipas biasa dan menganjurkan ibu mandi sebelumnya.
g) Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi berikan cukup minum
h) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin
3) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada persalinan dan setelah selaput ketuban pecah. Gambarkan temuan-temuan yang ada pada partograf. Pada setiap pemeriksaan dalam catatlah hal-hal sebagai berikut :
a) Warna cairan amnion
b) Dilatasi serviks
c) Penurunan kepala (yang dapat dicocokkan dengan pemeriksaan luar)
Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama mungkin diagnosis in partu belum dapat ditegakkan . Jika terdapat kontraksi yang menetap periksa ulang wanita tsb setelah 4 jam untuk melihat perubahan pada serviks. Pada tahap ini jika serviks terasa tipis dan terbuka maka wanita tersebut dalam keadaan in partu jika tidak terdapat perubahan maka diagnosanya adalah persalinan palsu. Pada kala II lakukan pemriksaan dalam setiap jam.
4) Kemajuan Persalinan dalam Kala I
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan Kala I :
a) Kontraksi teratur yang progresif dengan peningkatan frekwensi dan durasi
b) Kecepatan pembukaan serviks paling sedikit 1 cm perjam selama persalinan
c) Serviks tampak dipenuhi oleh bagian bawah janin
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang kurang baik pada persalinan kala I :
a) Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten
b) Kecepatan pembukaan serviks lebih lambat dari 1 cm perjam selama persalinan fase aktif
c) Serviks tidak dipenuhi oleh bagian bawah janin
5) Kemajuan pada kondisi janin
a) Jika didapati denyut jantung janin tidak normal (<100 atau >180 denyut permenit ) curigai adanya gawat janin
b) Posisi atau presentasi selain aksiput anterior dengan verteks fleksi sempurna digolongkan kedalam malposisi atau malpresentasi
c) Jika didapat kemajuan yang kurang baik atau adanya persalinan lama tangani penyebab tersebut.
6) Kemajuan pada kondisi ibu
Lakukan penilaian tanda-tanda kegawatan pada Ibu :
a) Jika denyut ibu meningkat mungkin ia sedang dalam keadaan dehidrasi atau kesakitan. Pastikan hidrasi yang cukup melalui oral atau IV dan berikan analgesia secukupnya.
b) Jika tekanan darah ibu menurun curigai adanya perdarahan
c) Jika terdapat aseton didalam urin ibu curigai masukan nutrisi yang kurang segera berikan dektrose IV.
b. Kala II
1) Diagnosis
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5–6 cm.
2) Penanganan
a) Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu dengan : mendampingi ibu agar merasa nyaman, menawarkan minum, mengipasi dan memijat ibu
b) Menjaga kebersihan diri
c) Mengipasi dan masase untuk menambah kenyamanan bagi ibu
d) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau ketakutan ibu
e) Mengatur posisi ibu
f) Menjaga kandung kemih tetap kosong
g) Memberikan cukup minum
3) Posisi saat mengejan
a) Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman
b) Ibu dibimbing untuk mengejan selama his, anjurkan kepada ibu untuk mengambil nafas
c) Periksa DJJ pada saat kontraksi dan setelah setiap kontraksi untuk memastikan janin tidak mengalami bradikardi (<120 x/menit.
4) Kemajuan persalinan dalam Kala II
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan kala II:
a) Penurunan yang teratur dari janin di jalan lahir
b) Dimulainya fase pengeluaran
Temuan berikut menunjukkan yang kurang baik pada saat persalinan tahap kedua :
a) Tidak turunnya janin dijalan lahir
b) Gagalnya pengeluaran pada fase akhir
5) Kelahiran kepala bayi
a) Mintalah ibu mengejan atau memberikan sedikit dorongan saat kepala bayi lahir
b) Letakkan satu tangan ke kepala bayi agar defleksi tidak terlalu cepat
c) Menahan perineum dengan satu tangan lainnya jika diperlukan
d) Mengusap muka bayi untuk membersihkannya dari kotoran lendir/darah
e) Periksa tali pusat: Jika tali pusat mengelilingi leher bayi dan terlihat longgar selipkan tali pusat melalui kepala bayi
f) Jika lilitan pusat terlalu ketat tali pusat diklem pada dua tempat kemudian digunting diantara kedua klem tersebut sambil melindungi leher bayi.
6) Kelahiran bahu dan anggota seluruhnya
a) Biarkan kepala bayi berputar dengan sendirinya
b) Tempatkan kedua tangan pada sisi kepala dan leher bayi
c) Lakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan bahu depan
d) Lakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan bahu belakang
e) Selipkan satu tangan anda ke bahu dan lengan bagian belakang bayi sambil menyangga kepala dan selipkan satu tangan lainnya ke punggung bayi untuk mengeluarkan tubuh bayi seluruhnya
f) Letakkan bayi tersebut diatas perut ibunya
g) Secara menyeluruh, keringkan bayi, bersihkan matanya dan nilai pernafasan bayi
h) Jika bayi menangis atau bernafas (dada bayi terlihat naik turun paling sedikit 30x/m) tinggalkan bayi tsb bersama ibunya
i) Jika bayi tidak bernafas dalam waktu 30 detik mintalah bantuan dan segera mulai resusitasi bayi
j) Klem dan potong tali pusat
k) Pastikan bahwa bayi tetap hangat dan memiliki kontak kulit dengan kulit dada si ibu.
l) Bungkus dengan kain yang halus dan kering, tutup dengan selimut dan pastikan kepala bayi terlindung dengan baik untuk menghindari hilangnya panas tubuh.
c. Kala III
1) Manajemen Aktif Kala III
a) Pemberian oksitosin dengan segera
b) Pengendalian tarikan tali pusat
c) Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
2) Penanganan
b) Memberikan oksitosin untuk merangsang uetrus berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta :
(1) Oksitosin dapat diberikan dalam dua menit setelah kelahiran bayi
(2) Jika oksitosin tidak tersedia rangsang puting payudara ibu atau susukan bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah atau memberikan ergometrin 0,2 mg. IM.
c) Lakukan penegangan tali pusat terkendali dengan cara :
(1) Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat diatas simpisis pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorso kranial – kearah belakang dan kearah kepala ibu.
(2) Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5-6 cm didepan vulva.
(3) Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)
(4) Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus-menerus dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
(5) PTT hanya dilakukan selama uterus berkontraksi
(6) Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem pada tali pusat mendekati plasenta lepas, keluarkan dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
(7) Segera setelah plasenta dan selaput ketubannya dikeluarkan masase fundus agar menimbulkan kontraksi.
(8) Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 15 menit berikan oksitosin 10 unit Im. Dosis kedua dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
(9) Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episotomi.
d. Kala IV
1) Diagnosis
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa–si ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia luar.
2) Penanganan
a) Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat masase uterus sampai menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi otot uterus akan menjepit pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan .
b) Periksa tekanan darah,nadi,kantung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit pada jam I dan setiap 30 menit selama jam II
c) Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu makanan dan minuman yang disukainya.
d) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering
e) Biarkan ibu beristirahat
f) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi
g) Bayi sangat siap segera setelah kelahiran
h) Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun,pastikan ibu dibantu karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan.
i) Ajari ibu atau keluarga tentang :
(1) Bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
(2) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi
B. KEHAMILAN DENGAN PRE EKLAMSI BERAT (PEB)
1. PENGERTIAN
Menurut Wiknjosastro (2002), preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Sedangkan eklamsi adalah preeklamsi yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan neurology.
Preeklamsi adalah penyakit kehamilan yang ditandai dengan adanya trias preeklamsi yaitu adanya edema, hipertensi, dan protein uri (Mansjoer, et al, 2008).
2. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi preeklamsi belum diketahui dengan pasti.
3. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Menurut Manuaba (2007), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mempengaruhi terjadinya PEB adalah sebagai berikut:
a. Hidramnion
b. Gemelli
c. Diabetik gestase
d. Usia lebih 35 tahun
e. Obesitas
f. Penyakit trophoblastic
g. Terjadi pada 70 % dari wanita dengan mola hidatidosa terutama pada usia kehamilan 24 minggu.
h. Walaupun kejadian preeklampsi lebih besar pada primigravida, insidennya meningkat juga pada multipara kejadiannya hampir mendekati 30 %.
i. Penyakit hipertensi kronik.
j. Penyakit ginjal kronik.
k. Cenderung genetik.
l. Memiliki riwayat preeklampsi.
4. PATOFISIOLOGI
Pre eklamsi
Penurunan sirkulasi volume plasma
Hemokonsentrasi, hematokrit ibu hamil
Penurunan perfusi organ (utero plasenta fetal)
Perusakan sel darah merah
Penurunan kapasitas O2 ibu
5. TANDA DAN GEJALA
Menurut Mochtar (2005), tanda dan gejala dari prekelamsi berat dalam kehamilan diantaranya adalah:
a. Tekana darah > 160/ 110 mmHg
b. Protein urin > 0,5 gr /liter dalam 24jam ( +3/ +4 pada pemeriksaan kualitatif )
c. Oligouria< 400 cc/24 jam
d. Trombosit < 100.000 /mm (trombositopenia)
e. Nyeri epigastrium
f. Perdarahan retina
g. Edema pulmonal
h. Koma
i. Dapat timbul sesak nafas dan timbul cyanosis yang tampak pada ujung jari dan kuku
6. KOMPLIKASI
a. Komplikasi untuk ibu:
1) Atonia uteri
2) Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzimes, low platelet count)
3) Ablasi retina
4) DIC ( Diseminata Intravasular Coagulation)
5) Gagal ginjal
6) Perdarahan otak
7) Edema paru
8) Gagal jantung
9) Syok hingga kematian
b. Komplikasi untuk janin:
1) Pertumbuhan janin terhambat
2) Prematuritas
7. PROGNOSIS
Pada umumnya kekejangan didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri epigastrium hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan, terutama pada persalinan bahaya ini besar (Manuaba, 2008).
Eklampsia di lndonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, kegagalan ginjal, masuknya isi lambung ke dalam jalan pemapasan sewaktu terjadi kejang, infeksi. Sedang sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas (Saifuddin, 2002).
8. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Menurut Halminton (2005) penatalaksanaan Pre-eklampsi berat pada kehamilan dan 37 minggu :
1. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:
a) Berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontra-indikasi).
b) Jika da perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan (kecuali jika ada kontra-indikasi).
c) Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan berat badan seperti pre-eklampsi ringan sambil mengawastii mbul lagi gejala.
d) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan : induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
2. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.
Sedangkan penatalaksanaan untuk Pre-eklampsi berat pada kehamilan 37 minggu ke atas adalah sebagai berikut:
1. Penderita di rawat inap
a. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
b. Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
c. Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler 4 gr bokong kanan dan 4 g bokong kiri
d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
e. Syarat pemberian MgSo4 adalah : refleks patela (+); diurese 100 cc dalam 4 jam yang lalu; respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsiumg lukonas 10%a mpul 10 cc.
f. Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
2. Obat antihipertensif : injeksi katapres I ampul i.m dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3x½ tablet sehari.
3. Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikkan inhavena lasix 1ampul.
4. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
5. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forseps, jadi wanita dilarang mengedan
6. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi perdarahan disebabkan atonia uteri.
7. Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontraindikasi, diteruskan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jampostpartum.
8. Bila ada indikasi obstetik dilakukan seksio cesaria.
9. PENGKAJIAN
a. Pemeriksaan Fisik
1) Kala I
• Riwayat ANC
• Status fisik dan enpsi ibu
• Dilatasi serviks
• Membran amnion
• Pola kontraksi
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan laboratonum
• Respon klien dan keluarga terhadap persalinan
2) Kala II
• Vital sign
• Bladder
• Urine
• Hidrasi
• Keadaan umum
• Tenaga mengejan ibu
• Kebutuhanakananalgetik atau anestesi
• Integritas perineum
Penilaian kemajuan kala II meliputi :
a. Keadaan kontraksi uterus
b. Lama persalinan kala II
c. Penunrnan bagian presentasi
d. Kemajuan dari mekanisme persalinan
3) Kala III
• Keadaan kontraksi uterus
• Lama pengeluaran plasenta
4) Kala IV
• Pengkajian pada jam pertama :
a) Fundus uteri : kontraksi dan tinggi fundus
b) Perdarahan per vaginam : jumlah, warna, dan konsistensi
• Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah :
a) Vital sign
b) Perineum
c) Distensi bladder
d) Interaksi keluarga
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
a) Kimia darah
Fungsi Ginjal
Fungsi Hati
Hematologi rutin
b) Urine
Protein urine kualitatif maupun kuantitatif
Reduksi
Bilirubn
Sedimen urin
2) Radiologi
USG
Thorak foto
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kala I :
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian presentasi,dilatasi/regangan, tegangan emosional.
2) Risiko infeksi terhadap maternal berhubungan dengan prosedur invasif, pemeriksaan vagina berulang.
b. Kala II :
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada presentasi, dialatasi/peregangan jaringan, kompresi syaraf, pola kontraksi semakin intensif
2) Risiko kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan pencetusan persalinan, pola kontraksi hipertonik, janin besar, pemakaian forcep.
3) Risiko cedera terhadap janin dan jalan lahir berhubungan dengan malpresentasi/posisi, pencetusan kelahiran disproporsi sefalopelvik (CPD).
c. Kala III :
1) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uteri, laserasi jalan lahir, tertahannya fragmen plasenta.
2) Nyeri (akut) berhubungan trauma jaringan, respons fisiologis setelah melahirkan.
3) Resiko perubahan proses keluarga berhubungan dengan terjadinya transisi, krisis situasi.
d. Kala IV :
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan efek obat-obatan, trauma mekanis/ jaringan, edema jaringan, kelemahan fisik dan psikologis, ansietas.
2) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi/peningkatan perkembangan anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M., dkk., 2001,Rencana perawatan maternal bayi, EGC, Jakarta.
Hachermoore. 2001, Esensial obstetric dan ginekologi, Hypokrates, Jakarta.
Halminton P. M. 2005, Dasar-dasar keperawatan maternitas, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Manuaba, I. B. G. 2007, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan, EGC, Jakarta.
Manuaba, I. B. G. 2008, Operasi kebidanan kandungan dan keluarga berencana untuk dokter umum, EGC, Jakarta.
McCloskey, & Bulechek. 2006, Nursing interventions classifications, 2nd edition, Mosby-Year book.Inc, New York.
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. S., & Setiowulan, W., 2008, Kapita selekta kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta.
Mochtar, R. 2005, Sinopsis obstetri, obstetri operatif, obstetri sosial, EGC, Jakarta.
NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
Saifuddin A.B. 2001 , Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta
Saifuddin A.B. 2002 , Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta
Wiknjosastro, H. 2002, Ilmu kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
University IOWA., NIC and NOC Project., 2001, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
PERSALINAN NORMAL DAN KEHAMILAN PEB
A. PERSALINAN
1. PENGERTIAN
Menurut Wiknjosastro (2002), persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
Sedangkan menurut Halminton (2005), persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu.
Persalinan dan kelahiran normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri, tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan lahir (Mochtar, 2005).
2. ETIOLOGI
Menurut Manuaba (2008), penyebab pasti partus masih merupakan teori yang kompleks antara lain oleh faktor hormonal, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi, perubahan biokimia antara lain penurunan kadar hormone estrogen dan progesteron. Teori Oxytocin, jika oxytocin bertambah maka akan timbul kontraksi otot-otot rahim, keregangan otot-otot dan pengaruh janin. Teori prostalglandin: prostalglandin dalam sperma akan merangsang kontraksi uterus. Teori penurunan progesterone: akan terjadi kontraksi jika progesterone turun.
3. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan menurut Mochtar (2005) adalah:
a. Pasage (Jalan lahir)
Jalan lahir bayi (panggul) terdiri dari 2 bagian, yaitu:
1) Bagian keras: panggul kecil
2) Bagian lunak: otot-otot dasar panggul (perinium) dan alat reproduksi dalam (serviks)
b. Pasanger (janin)
Dipengaruhi oleh
1) Letak: melintang, kepala diatas, kepala dibawah.
2) Posisi
3) Presentasi: bagian yang paling awal terlihat saat bayi akan lahir, antara lain: presentasi kepala, bokong, kaki, bahu.
c. Power (kekuatan/his)
Merupakan tenaga utama dari ibu. Ini dipengaruhi oleh hormon progesteron, oksitosin dan prostalglandin
d. Psyche/kondisi psikologis ibu
Pengeluaran hormon persalinan sangat dipengaruhi kondisi psikologis/emosional seseorang. Jika terjadi kecemasan pada ibu, hormon untuk berkontraksi tidak ada, sehingga his tidak ada maka persalinan terganggu.
e. Position (posisi saat melahirkan)
Posisi ibu saat melahirkan sebaiknya yang gravitasinya tinggi sehingga bayi cepat turun/lahir. Misalnya dengan berdiri, duduk, jongkok. Tetapi gaya ini memiliki kelemahan yaitu sulit mengontrol cidera pada ibu dan bayi.
4. PATOFISIOLOGI
5. TANDA-TANDA PERSALINAN
Menurut Manuaba (2007), tanda-tanda persalinan adalah:
a. Tanda persalinan sudah dekat (awal persalinan)
1) Terjadi lightening
Menjelang minggu ke–36 pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul yang disebabkan :
a) Kontraksi Braxton hicks
b) Ketegangan dinding perut
c) Ketegangan ligamentum rotandum
d) Gaya berat janin dimana kepala kearah bawah
2) Masuknya kepala bayi ke pintu atas panggul dirasakan ibu hamil :
a) Terasa ringan dibagian atas, rasa sesaknya berkurang
b) Dibagian bawah terasa sesak
c) Terjadi kesulitan saat berjalan
d) Sering miksi (beser kencing)
e) Terjadinya his permulaan
Pada saat hamil muda sering terjadi kontraksi Braxton hicks dikemukan sebagi keluhan karena dirasakan sakit dan mengganggu terjadi karena perubahan keseimbangan estrogen, progesterone, dan memberikan kesempatan rangsangan oksitosin.
Dengan makin tua hamil, pengeluaran estrogen dan progesterone makin berkurang sehingga oksitosin dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering sebagai his palsu.
3) Sifat his permulaan ( palsu )
a) Rasa nyeri ringan di bagian bawah
b) Datangnya tidak teratur
c) Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda
d) Durasinya pendek
e) Tidak bertambah bila beraktifitas
b. Tanda persalinan
1) Terjadinya his persalinan , his persalinan mempunyai sifat :
a) Pinggang terasa sakit yang menjalar ke bagian depan
b) Sifatnya teratur,interval makin pendek, dan kekuatannya makin besar
c) Mempunyai pengaruh terhadap perubahan serviks
d) Makin beraktifitas (jalan) kekuatan makin bertambah
2) Pengeluaran lendir dan darah (pembawa tanda)
Dengan his persalinan terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan :
a) Pendataran dan pembukaan
b) Pembukaan menyebabkan lender yang terdapat pada kanalis servikalis lepas
c) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
3) Pengeluaran cairan
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang menimbulkan pengeluaran cairan. Sebagian ketuban baru pecah menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan berlangsung dalam waktu 24 jam.
6. KOMPLIKASI PADA PERSALINAN
a. Infeksi
b. Retensi plasenta
c. Hematom pada vulva
d. Ruptur uteri
e. Emboli air ketuban
f. Ruptur perineum (Hachermoore, 2001).
7. TAHAP-TAHAP PERSALINAN
Menurut Winkjosastro (2002), persalinan dibagi dalam 4 tahap/Kala yaitu:
a. Kala I : dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10cm) proses ini terbagi dalam dua fase yeitu :
1) Fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm
2) Fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif
b. Kala II : dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida.
c. Kala III : dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
d. Kala IV : dimulai saat lahirnya plasenta sampai dua jam pertama postpartum.
8. LANGKAH-LANGKAH PERTOLONGAN PERSALINAN NORMAL
a. Saat kepala didasar panggul dan membuka pintu dengan crowning sebesar 5 sampai 6 cm peritoneum tipis pada primi atau multi dengan perineum yang kaku dapat dilakukan episiotomi median/mediolateral atau lateral
b. Episotomi dilakukan pada saat his dan mengejan untuk mengurangi sakit. Tujuan episiotomi adalah untuk menjamin agar luka teratur sehingga mudah mengait dan melakukan adaptasi.
c. Persiapan kelahiran kepala, tangan kanan menahan perineum sehingga tidak terjadi robekan baru sedangkan tangan kiri menahan kepala untuk mengendalikan ekspulsi
d. Setelah kepala lahir dengan suboksiput sebagai hipomoklion muka dan hidung dibersihkan dari lender kepala dibiarkan untuk melakukan putar paksi dalam guna menyesuaikan os aksiput kearah punggung
e. Kepala dipegang sedemikian rupa dengan kedua tangan menarik curam kebawah untuk melahirkan bahu depan, ditarik keatas untuk melahirkan bahu belakang setelah kedua bahu lahir ketiak dikaitr untuk melahirkan sisa badan bayi
f. Setelah bayi lahir seluruhnya jalan nafas dibersihkan dengan menghisap lendir sehingga bayi dapat bernafas dan menangis dengan nyaring pertanda jalan nafas bebas dari hambatan
g. Pemotongan tali pusat dapat dilakukan :
1) Setelah bayi menangis dengan nyaring artinya paru-paru bayi telah berkembang dengan sempurna
2) Setelah tali pusat tidak berdenyut lagi keduanya dilakukan pada bayi yang aterm sehingga peningkatan jumlah darah sekitar 50 cc
3) Pada bayi prematur pemotongan tali pusat dilakukan segera sehingga darah yang masuk ke sirkulasi darah bayi tidak terlalu besar untuk mengurangi terjadi ikterus hemolitik dan kern ikterus
h. Bayi diserahkan kepada petugas untuk dirawat sebagaimana mestinya
i. Sementara menunggu pelepasan plasenta dapat dilakukan
1) Kateterisasi kandung kemih
2) Menjahit luka spontan atau luka episiotomi (Saifudin, 2001)
9. DIAGNOSIS DAN PENANGANAN PERSALINAN
a. Kala I
1) Diagnosis
Ibu sudah dalam persalinan kala I jika pembukaan serviks kurang dari 4 cm dan kontraksi terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40 detik.
2) Penanganan
a) Bantulah ibu dalam persalinan jika ia tampak gelisah, ketakutan dan kesakitan
b) Jika ibu tampak kesakitan dukungan/asuhan yang dapat diberikan; lakukan perubahan posisi, sarankan ia untuk berjalan, dll.
c) Penolong tetap menjaga hak privasi ibu dalam persalinan
d) Menjelaskan kemajuan persalinan dan perugahan yang terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil pemeriksaan
e) Membolehkan ibu untuk mandi dan membasuh sekitar kemaluannya setelah buang air besar/kecil.
f) Ibu bersalin biasanya merasa panas dan banyak keringat atasi dengan cara : gunakan kipas angin/AC, kipas biasa dan menganjurkan ibu mandi sebelumnya.
g) Untuk memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi berikan cukup minum
h) Sarankan ibu untuk berkemih sesering mungkin
3) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada persalinan dan setelah selaput ketuban pecah. Gambarkan temuan-temuan yang ada pada partograf. Pada setiap pemeriksaan dalam catatlah hal-hal sebagai berikut :
a) Warna cairan amnion
b) Dilatasi serviks
c) Penurunan kepala (yang dapat dicocokkan dengan pemeriksaan luar)
Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama mungkin diagnosis in partu belum dapat ditegakkan . Jika terdapat kontraksi yang menetap periksa ulang wanita tsb setelah 4 jam untuk melihat perubahan pada serviks. Pada tahap ini jika serviks terasa tipis dan terbuka maka wanita tersebut dalam keadaan in partu jika tidak terdapat perubahan maka diagnosanya adalah persalinan palsu. Pada kala II lakukan pemriksaan dalam setiap jam.
4) Kemajuan Persalinan dalam Kala I
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan Kala I :
a) Kontraksi teratur yang progresif dengan peningkatan frekwensi dan durasi
b) Kecepatan pembukaan serviks paling sedikit 1 cm perjam selama persalinan
c) Serviks tampak dipenuhi oleh bagian bawah janin
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang kurang baik pada persalinan kala I :
a) Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten
b) Kecepatan pembukaan serviks lebih lambat dari 1 cm perjam selama persalinan fase aktif
c) Serviks tidak dipenuhi oleh bagian bawah janin
5) Kemajuan pada kondisi janin
a) Jika didapati denyut jantung janin tidak normal (<100 atau >180 denyut permenit ) curigai adanya gawat janin
b) Posisi atau presentasi selain aksiput anterior dengan verteks fleksi sempurna digolongkan kedalam malposisi atau malpresentasi
c) Jika didapat kemajuan yang kurang baik atau adanya persalinan lama tangani penyebab tersebut.
6) Kemajuan pada kondisi ibu
Lakukan penilaian tanda-tanda kegawatan pada Ibu :
a) Jika denyut ibu meningkat mungkin ia sedang dalam keadaan dehidrasi atau kesakitan. Pastikan hidrasi yang cukup melalui oral atau IV dan berikan analgesia secukupnya.
b) Jika tekanan darah ibu menurun curigai adanya perdarahan
c) Jika terdapat aseton didalam urin ibu curigai masukan nutrisi yang kurang segera berikan dektrose IV.
b. Kala II
1) Diagnosis
Persalinan kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap atau kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5–6 cm.
2) Penanganan
a) Memberikan dukungan terus-menerus kepada ibu dengan : mendampingi ibu agar merasa nyaman, menawarkan minum, mengipasi dan memijat ibu
b) Menjaga kebersihan diri
c) Mengipasi dan masase untuk menambah kenyamanan bagi ibu
d) Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan atau ketakutan ibu
e) Mengatur posisi ibu
f) Menjaga kandung kemih tetap kosong
g) Memberikan cukup minum
3) Posisi saat mengejan
a) Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman
b) Ibu dibimbing untuk mengejan selama his, anjurkan kepada ibu untuk mengambil nafas
c) Periksa DJJ pada saat kontraksi dan setelah setiap kontraksi untuk memastikan janin tidak mengalami bradikardi (<120 x/menit.
4) Kemajuan persalinan dalam Kala II
Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan kala II:
a) Penurunan yang teratur dari janin di jalan lahir
b) Dimulainya fase pengeluaran
Temuan berikut menunjukkan yang kurang baik pada saat persalinan tahap kedua :
a) Tidak turunnya janin dijalan lahir
b) Gagalnya pengeluaran pada fase akhir
5) Kelahiran kepala bayi
a) Mintalah ibu mengejan atau memberikan sedikit dorongan saat kepala bayi lahir
b) Letakkan satu tangan ke kepala bayi agar defleksi tidak terlalu cepat
c) Menahan perineum dengan satu tangan lainnya jika diperlukan
d) Mengusap muka bayi untuk membersihkannya dari kotoran lendir/darah
e) Periksa tali pusat: Jika tali pusat mengelilingi leher bayi dan terlihat longgar selipkan tali pusat melalui kepala bayi
f) Jika lilitan pusat terlalu ketat tali pusat diklem pada dua tempat kemudian digunting diantara kedua klem tersebut sambil melindungi leher bayi.
6) Kelahiran bahu dan anggota seluruhnya
a) Biarkan kepala bayi berputar dengan sendirinya
b) Tempatkan kedua tangan pada sisi kepala dan leher bayi
c) Lakukan tarikan lembut ke bawah untuk melahirkan bahu depan
d) Lakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan bahu belakang
e) Selipkan satu tangan anda ke bahu dan lengan bagian belakang bayi sambil menyangga kepala dan selipkan satu tangan lainnya ke punggung bayi untuk mengeluarkan tubuh bayi seluruhnya
f) Letakkan bayi tersebut diatas perut ibunya
g) Secara menyeluruh, keringkan bayi, bersihkan matanya dan nilai pernafasan bayi
h) Jika bayi menangis atau bernafas (dada bayi terlihat naik turun paling sedikit 30x/m) tinggalkan bayi tsb bersama ibunya
i) Jika bayi tidak bernafas dalam waktu 30 detik mintalah bantuan dan segera mulai resusitasi bayi
j) Klem dan potong tali pusat
k) Pastikan bahwa bayi tetap hangat dan memiliki kontak kulit dengan kulit dada si ibu.
l) Bungkus dengan kain yang halus dan kering, tutup dengan selimut dan pastikan kepala bayi terlindung dengan baik untuk menghindari hilangnya panas tubuh.
c. Kala III
1) Manajemen Aktif Kala III
a) Pemberian oksitosin dengan segera
b) Pengendalian tarikan tali pusat
c) Pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir
2) Penanganan
b) Memberikan oksitosin untuk merangsang uetrus berkontraksi yang juga mempercepat pelepasan plasenta :
(1) Oksitosin dapat diberikan dalam dua menit setelah kelahiran bayi
(2) Jika oksitosin tidak tersedia rangsang puting payudara ibu atau susukan bayi guna menghasilkan oksitosin alamiah atau memberikan ergometrin 0,2 mg. IM.
c) Lakukan penegangan tali pusat terkendali dengan cara :
(1) Satu tangan diletakkan pada korpus uteri tepat diatas simpisis pubis. Selama kontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorso kranial – kearah belakang dan kearah kepala ibu.
(2) Tangan yang satu memegang tali pusat dengan klem 5-6 cm didepan vulva.
(3) Jaga tahanan ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat (2-3 menit)
(4) Selama kontraksi lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus-menerus dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus.
(5) PTT hanya dilakukan selama uterus berkontraksi
(6) Begitu plasenta terasa lepas, keluarkan dengan menggerakkan tangan atau klem pada tali pusat mendekati plasenta lepas, keluarkan dengan gerakan ke bawah dan ke atas sesuai dengan jalan lahir. Kedua tangan dapat memegang plasenta dan perlahan memutar plasenta searah jarum jam untuk mengeluarkan selaput ketuban.
(7) Segera setelah plasenta dan selaput ketubannya dikeluarkan masase fundus agar menimbulkan kontraksi.
(8) Jika menggunakan manajemen aktif dan plasenta belum juga lahir dalam waktu 15 menit berikan oksitosin 10 unit Im. Dosis kedua dalam jarak waktu 15 menit dari pemberian oksitosin dosis pertama.
(9) Periksa wanita tersebut secara seksama dan jahit semua robekan pada serviks atau vagina atau perbaiki episotomi.
d. Kala IV
1) Diagnosis
Dua jam pertama setelah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa–si ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayi sedang menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia luar.
2) Penanganan
a) Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat masase uterus sampai menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi otot uterus akan menjepit pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan .
b) Periksa tekanan darah,nadi,kantung kemih, dan perdarahan setiap 15 menit pada jam I dan setiap 30 menit selama jam II
c) Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkan ibu makanan dan minuman yang disukainya.
d) Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering
e) Biarkan ibu beristirahat
f) Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibu dan bayi
g) Bayi sangat siap segera setelah kelahiran
h) Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun,pastikan ibu dibantu karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan.
i) Ajari ibu atau keluarga tentang :
(1) Bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi
(2) Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi
B. KEHAMILAN DENGAN PRE EKLAMSI BERAT (PEB)
1. PENGERTIAN
Menurut Wiknjosastro (2002), preeklamsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Sedangkan eklamsi adalah preeklamsi yang disertai kejang dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan neurology.
Preeklamsi adalah penyakit kehamilan yang ditandai dengan adanya trias preeklamsi yaitu adanya edema, hipertensi, dan protein uri (Mansjoer, et al, 2008).
2. ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi preeklamsi belum diketahui dengan pasti.
3. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Menurut Manuaba (2007), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mempengaruhi terjadinya PEB adalah sebagai berikut:
a. Hidramnion
b. Gemelli
c. Diabetik gestase
d. Usia lebih 35 tahun
e. Obesitas
f. Penyakit trophoblastic
g. Terjadi pada 70 % dari wanita dengan mola hidatidosa terutama pada usia kehamilan 24 minggu.
h. Walaupun kejadian preeklampsi lebih besar pada primigravida, insidennya meningkat juga pada multipara kejadiannya hampir mendekati 30 %.
i. Penyakit hipertensi kronik.
j. Penyakit ginjal kronik.
k. Cenderung genetik.
l. Memiliki riwayat preeklampsi.
4. PATOFISIOLOGI
Pre eklamsi
Penurunan sirkulasi volume plasma
Hemokonsentrasi, hematokrit ibu hamil
Penurunan perfusi organ (utero plasenta fetal)
Perusakan sel darah merah
Penurunan kapasitas O2 ibu
5. TANDA DAN GEJALA
Menurut Mochtar (2005), tanda dan gejala dari prekelamsi berat dalam kehamilan diantaranya adalah:
a. Tekana darah > 160/ 110 mmHg
b. Protein urin > 0,5 gr /liter dalam 24jam ( +3/ +4 pada pemeriksaan kualitatif )
c. Oligouria< 400 cc/24 jam
d. Trombosit < 100.000 /mm (trombositopenia)
e. Nyeri epigastrium
f. Perdarahan retina
g. Edema pulmonal
h. Koma
i. Dapat timbul sesak nafas dan timbul cyanosis yang tampak pada ujung jari dan kuku
6. KOMPLIKASI
a. Komplikasi untuk ibu:
1) Atonia uteri
2) Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzimes, low platelet count)
3) Ablasi retina
4) DIC ( Diseminata Intravasular Coagulation)
5) Gagal ginjal
6) Perdarahan otak
7) Edema paru
8) Gagal jantung
9) Syok hingga kematian
b. Komplikasi untuk janin:
1) Pertumbuhan janin terhambat
2) Prematuritas
7. PROGNOSIS
Pada umumnya kekejangan didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri epigastrium hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan tidak segera diobati, akan timbul kejangan, terutama pada persalinan bahaya ini besar (Manuaba, 2008).
Eklampsia di lndonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang meminta korban besar dari ibu dan bayi. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio kordis dengan edema paru-paru, kegagalan ginjal, masuknya isi lambung ke dalam jalan pemapasan sewaktu terjadi kejang, infeksi. Sedang sebab kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas (Saifuddin, 2002).
8. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Menurut Halminton (2005) penatalaksanaan Pre-eklampsi berat pada kehamilan dan 37 minggu :
1. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:
a) Berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama tidak ada kontra-indikasi).
b) Jika da perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan (kecuali jika ada kontra-indikasi).
c) Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan berat badan seperti pre-eklampsi ringan sambil mengawastii mbul lagi gejala.
d) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan : induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
2. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.
Sedangkan penatalaksanaan untuk Pre-eklampsi berat pada kehamilan 37 minggu ke atas adalah sebagai berikut:
1. Penderita di rawat inap
a. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
b. Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
c. Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler 4 gr bokong kanan dan 4 g bokong kiri
d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
e. Syarat pemberian MgSo4 adalah : refleks patela (+); diurese 100 cc dalam 4 jam yang lalu; respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsiumg lukonas 10%a mpul 10 cc.
f. Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
2. Obat antihipertensif : injeksi katapres I ampul i.m dan selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3x½ tablet sehari.
3. Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikkan inhavena lasix 1ampul.
4. Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
5. Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forseps, jadi wanita dilarang mengedan
6. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi perdarahan disebabkan atonia uteri.
7. Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontraindikasi, diteruskan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jampostpartum.
8. Bila ada indikasi obstetik dilakukan seksio cesaria.
9. PENGKAJIAN
a. Pemeriksaan Fisik
1) Kala I
• Riwayat ANC
• Status fisik dan enpsi ibu
• Dilatasi serviks
• Membran amnion
• Pola kontraksi
• Pemeriksaan Fisik
• Pemeriksaan laboratonum
• Respon klien dan keluarga terhadap persalinan
2) Kala II
• Vital sign
• Bladder
• Urine
• Hidrasi
• Keadaan umum
• Tenaga mengejan ibu
• Kebutuhanakananalgetik atau anestesi
• Integritas perineum
Penilaian kemajuan kala II meliputi :
a. Keadaan kontraksi uterus
b. Lama persalinan kala II
c. Penunrnan bagian presentasi
d. Kemajuan dari mekanisme persalinan
3) Kala III
• Keadaan kontraksi uterus
• Lama pengeluaran plasenta
4) Kala IV
• Pengkajian pada jam pertama :
a) Fundus uteri : kontraksi dan tinggi fundus
b) Perdarahan per vaginam : jumlah, warna, dan konsistensi
• Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah :
a) Vital sign
b) Perineum
c) Distensi bladder
d) Interaksi keluarga
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
a) Kimia darah
Fungsi Ginjal
Fungsi Hati
Hematologi rutin
b) Urine
Protein urine kualitatif maupun kuantitatif
Reduksi
Bilirubn
Sedimen urin
2) Radiologi
USG
Thorak foto
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kala I :
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian presentasi,dilatasi/regangan, tegangan emosional.
2) Risiko infeksi terhadap maternal berhubungan dengan prosedur invasif, pemeriksaan vagina berulang.
b. Kala II :
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada presentasi, dialatasi/peregangan jaringan, kompresi syaraf, pola kontraksi semakin intensif
2) Risiko kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan pencetusan persalinan, pola kontraksi hipertonik, janin besar, pemakaian forcep.
3) Risiko cedera terhadap janin dan jalan lahir berhubungan dengan malpresentasi/posisi, pencetusan kelahiran disproporsi sefalopelvik (CPD).
c. Kala III :
1) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan secara tidak disadari, atonia uteri, laserasi jalan lahir, tertahannya fragmen plasenta.
2) Nyeri (akut) berhubungan trauma jaringan, respons fisiologis setelah melahirkan.
3) Resiko perubahan proses keluarga berhubungan dengan terjadinya transisi, krisis situasi.
d. Kala IV :
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan efek obat-obatan, trauma mekanis/ jaringan, edema jaringan, kelemahan fisik dan psikologis, ansietas.
2) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi/peningkatan perkembangan anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M., dkk., 2001,Rencana perawatan maternal bayi, EGC, Jakarta.
Hachermoore. 2001, Esensial obstetric dan ginekologi, Hypokrates, Jakarta.
Halminton P. M. 2005, Dasar-dasar keperawatan maternitas, Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta.
Manuaba, I. B. G. 2007, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan, EGC, Jakarta.
Manuaba, I. B. G. 2008, Operasi kebidanan kandungan dan keluarga berencana untuk dokter umum, EGC, Jakarta.
McCloskey, & Bulechek. 2006, Nursing interventions classifications, 2nd edition, Mosby-Year book.Inc, New York.
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. S., & Setiowulan, W., 2008, Kapita selekta kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta.
Mochtar, R. 2005, Sinopsis obstetri, obstetri operatif, obstetri sosial, EGC, Jakarta.
NANDA, 2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA
Saifuddin A.B. 2001 , Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta
Saifuddin A.B. 2002 , Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta
Wiknjosastro, H. 2002, Ilmu kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
University IOWA., NIC and NOC Project., 2001, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar